Senin, 16 Juli 2012

PERKEMBANGAN KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL


 PERKEMBANGAN  KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

II. 1.1 Faktor Penyebab Multikultural di  Indonesia

Merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa negara Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu, bangsa Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural yang unik dan rumit. Tahukah kamu apa yang menyebabkannya?
Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural dan multiras. Faktor-faktor tersebut antara lain:



1. Faktor Sejarah Indonesia

Di mata dunia, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Segala sesuatu yang diperlukan semua bangsa tumbuh di Indonesia. Misalnya, palawija dan rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negeri incaran bagi bangsa lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain yaitu Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab.
Kesemua bangsa tersebut datang dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki struktur ras dan budaya yang makin beragam.

2. Faktor Geografis

Apabila dilihat secara geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan transportasi laut yang ramai dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa pedagang singgah ke Indonesia sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut seperti Arab, India, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda, Jerman, dan lain-lain. Kesemua bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Persinggahan ini mengakibatkan masuknya unsur budaya tertentu ke negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa Belanda, agama Islam, Nasrani, Hindu, dan Buddha.

3. Faktor Bentuk Fisik Indonesia

Apabila dilihat dari struktur geologinya, bangsa Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng benua besar. Hal ini menjadikan Indonesia berbentuk negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau. Masing-masing pulau mempunyai karakteristik fisik sendiri-sendiri. Untuk mempertahan kan hidup, masyarakat di masing-masing pulau mempunyai cara yang berbeda-beda, sesuai deng an kondisi fisik daerahnya. Oleh karena itu, masing-masing pulau juga mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula. Teknologi, budaya, seni, bahasa mereka pun berbeda-beda yang akhirnya membentuk masyarakat multikultural.

4. Faktor Perbedaan Struktur Geologi

Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa pada dasarya Indonsia terletak di antara tiga pertemuan lempeng, yaitu lempeng Asia, Australia, dan Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia mempunyai tiga tipe struktur geologi yaitu tipe Asia dengan struktur geologi Indonesia Barat, tipe peralihan dengan zona geologi dengan struktur geologi Indonesia Tengah, dan tipe Australia dengan struktur geologi Indonesia Timur. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan ras, suku, jenis flora dan faunanya.

II. 1.2 Proses Terjadinya Keragaman Suku Bangsa Indonesia

Jika dilihat berdasarkan letak geografisnya, Indonesia adalah negara kepulauan yang terpisahkan oleh lautan luas. Kondisi ini menjadikan setiap pulau mengembangkan budayanya sendiri-sendiri. Akibatnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang majemuk, dihuni oleh ratusan kelompok suku serta kaya akan bahasa dan kebudayaan daerah. Secara umum, keragaman Indonesia ditandai oleh kemajemukan suku bangsa dan bahasa (sekitar 250 dialek), agama (Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Konghucu, Protestan, dan lain-lain), kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (sekitar 400 aliran), sistem hukum (nasional, agama, adat, sistem kekerabatan), serta sistem perkawinan (monogami dan poligami). Kesemua ini melukiskan kekayaan Indonesia yang tidak ternilai harganya.
Keanekaragaman dan kemajemukan ini tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lantas, bagaimanakah keragaman suku bangsa Indonesia terbentuk? Tentunya proses ini tidak berjalan secara sederhana, namun melalui proses yang panjang.
Mulanya penghuni pertama Indonesia sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, tahun 1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan karakteristik yang mirip dengan masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke barat (Sumatra) dan timur (Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka memengaruhinya dan terpengaruhi oleh daerah sekitarnya.
Pada masa 3000–500 Sebelum Masehi, Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran submongoloid dari Asia yang di kemudian hari menikah dengan penduduk Indigenous. Pada 1000 Sebelum Masehi pernikahan silang masih terjadi dengan penduduk migran Indo-Arian dari Asia Selatan, subsuku ini dari India. Alhasil, masuknya para pendatang dari India dan menyebarkan agama Hindu ke seluruh kepulauan.
Pada abad XIII, pedagang muslim dari Gujarat dan Persia mulai mengunjungi Indonesia melakukan perdagangan. Bersamaan dengan berdagang, penduduk Gujarat dan Arab melakukan penyebaran agama Islam ke wilayah sekitar. Selanjutnya di tahun 1511, Portugis tiba di Indonesia. Awalnya kedatangan Portugis bertujuan untuk mencari rempah, namun lambat laun mereka juga menyebarkan agama Kristen. Serentetan perjalanan sejarah ini menghasilkan lebih dari lima puluh kelompok suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke yang terdiri atas suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Bugis, Batak, Bali, Ambon, Dayak, Sasak, Aceh, dan lain-lain.

II. 1.3 Keragaman Suku Bangsa Indonesia di Bagian Barat, Tengah, dan Timur

Sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia memiliki puluhan, bahkan ratusan suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Keberagaman suku bangsa menjadi karakteristik tersendiri bagi Indonesia. Misalnya, di Kepulauan Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa berbagai macam aneka tradisi dan karya budaya tumbuh dan berkembang seperti aneka tarian, arsitektur, rumah adat, candi, kerajinan tangan, dan jenis makanan. Kesemua itu menjadi berbeda di setiap suku bangsanya. Melihat realitas ini dapat dibayangkan betapa kaya dan indahnya kebudayaan Indonesia. Nah, kali ini kita akan mengkaji lebih dalam tentang kekayaan kultur Indonesia dari barat sampai ke timur.

1. Suku Bangsa Mentawai

Orang Mentawai bertempat tinggal di Kepulauan Mentawai, yaitu di pulau-pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Umumnya, mereka masih tinggal di daerah-daerah hutan tropik. Desa-desa yang ada biasanya terletak di muara sungai, jaraknya lima kilometer dari pantai. Mata pencaharian suku Mentawai adalah berkebun dengan cara membuka sebidang tanah di hutan dengan cara memotong belukar dan menebang pohon-pohon yang kecil. Selain berkebun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang Mentawai juga menangkap ikan dan berburu di hutan. mumnya orang Mentawai telah menganut agama.  Agama yang ada adalah Kristen, Katolik, dan Islam, walaupun nilainilai tradisi masih melekat dengan kuat.


2. Suku Bangsa Nias

Pulau Nias merupakan pulau terbesar di sebelah barat Sumatra. Orang Nias mendiami Kabupaten Nias yang terdiri atas satu pulau besar utama dan beberapa pulau kecil, seperti Pulau Hikano di Karat, Senau dan Lafau di utara dan Pulau Batu di selatan. Bahasa yang berkembang pada suku Nias mempunyai dua logat, yaitu logat di Nias Utara dan Nias Selatan atau Tello. Logat yang pertama digunakan di Nias bagian utara, timur, dan barat. Sedangkan yang kedua digunakan di Nias bagian tengah, selatan, dan Kepulauan Batu. Umumnya mata pencaharian orang Nias adalah bercocok tanam dan berladang. Sedangkan mata pencaharian tambahan adalah berburu, menangkap ikan, beternak, dan pertukangan. Sistem religi yang berkembang pada orang Nias sudah sangat beragam. Menurut catatan tahun 1967, jumlah pemeluk agama di Nias yaitu Kristen Protestan 295.244 jiwa, Islam 30.163 jiwa, Katolik 24.485 jiwa, Pelega 2.658 jiwa, dan Buddha
288 jiwa.


3. Suku Bangsa Minangkabau

Mayoritas suku Minang bertempat tinggal di Sumatra Barat. Suku Minang hidup dengan budaya matriarkal. Budaya matriarchal menyentuh sendi kehidupan suku Minang, di mana garis keturunan mereka ditentukan oleh garis keturunan ibu, yang dikenal dengan budaya Bundo Kanduang. Namun demikian, budaya matriarchal  tidak menyentuh pada lembaga pemerintahan, karena di dalam memerintah laki-laki masih mendominasi kekuasaan dibandingkan kaum perempuan. Hal ini dikarenakan pengaruh agama Islam yang kuat di kalangan suku Minang. Umumnya orang Minang menggunakan bahasa mereka sendiri, yaitu bahasa Minangkabau. Bahasa ini erat kaitannya dengan bahasa Melayu. Pada dasarnya antara bahasa Melayu dengan Minangkabau memiliki banyak kesamaan. Berbicara tentang mata pencaharian hidup, sebagian besar suku Minang hidup dengan bercocok tanam . Mereka mengusahakan sawah di daerah yang tinggi untuk menanam sayursayuran. Di daerah kurang subur, mereka menanam pisang, ubi jalar, dan sebagainya. Sementara di daerah pesisir, mereka hidup dari hasil kelapa dan menangkap ikan.

4. Suku Bangsa Batak

Sebagian besar suku bangsa Batak mendiami daerah pegunungan Sumatra Utara, mulai dari perbatasan Daerah Istimewa Aceh di utara sampai ke perbatasan Riau dan Sumatra Barat sebelah selatan. Selain itu, orang Batak juga mendiami tanah datar yang berada di antara daerah pegunungan pantai timur Sumatra Utara dan pantai barat Sumatra Utara. Dengan demikian, suku Batak mendiami Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing, dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Suku bangsa Batak terdiri atas beberapa subsuku antara lain suku Karo (mendiami di Dataran Tinggi Karo, Langkat, Hulu, Serdang Hulu, dan Deli Hulu), suku Simalungun (mendiami di daerah Simalungun), suku Pakpak (mendiami daerah Dairi), suku Toba (mendiami suatu daerah induk yang meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga), suku Angkola (mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian dari Sibolga dan Batang Toru dan sebagian utara dari Padang Lawas), serta suku Mandailing (mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan, dan bagian selatan dari Padang Lawas).
Dikenal beberapa logat bahasa yang berkembang di suku Batak. Logat-logat tersebut antara lain, logat Karo yang dipakai oleh orang Karo, logat Pakpak dipakai oleh orang Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh orang Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh orang Toba, Angkola, serta Mandailing.
Sejak permulaan abad XIX Batak mengenal beberapa agama baru yaitu agama Islam, Kristen Protestan, dan Katolik. Walaupun begitu masih banyak kepercayaan-kepercayaan yang hidup, terutama di antara penduduk pedesaan.

5. Suku Bangsa Jawa

Suku bangsa Jawa tinggal dan menetap di Pulau Jawa. Namun, tidak semua wilayah di Pulau Jawa dihuni oleh suku Jawa. Di Pulau Jawa bagian barat dihuni oleh suku Sunda dan di ujung timur dihuni oleh suku Madura. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa yang mengenal akan tingkatan-tingkatan, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko digunakan untuk orang yang usianya lebih muda, untuk orang yang status sosialnya lebih rendah dan untuk orang yang sudah sangat akrab. Bahasa Jawa Ngoko memiliki dua tingkatan lagi apabila dilihat dari penggunaannya, yaitu Ngoko Lugu dan Ngoko Andap. Sedang bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk berbicara dengan orang yang statusnya lebih tinggi dan usianya lebih tua.
Sebagian besar suku Jawa bermata pencaharian sebagai petani, selain itu ada pula pegawai negeri, pedagang, nelayan, dan pertukangan. Sistem kepercayaan suku Jawa pun sangat beragam selain lima agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu) terdapat pula kepercayaan lain yang berkembang.
6. Suku Bangsa Dayak

Suku bangsa Dayak sebagian besar hidup di Pulau Kalimantan. Suku Dayak terdiri atas beberapa macam subsuku seperti Dayak Ngaju, Dayak Punan, Dayak Maanyan, Lawangan, Katingan, dan Dayak Ot. Dalam Dayak Ot masih terdapat sub-subsuku, yaitu Ot-Siauw, Ot-Paridan, Ot-Danum, Ot-Olong-olong, dan sebagainya.
Suku Dayak Ngaju menempati sepanjang sungai-sungai besar di Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Kahayan, Rungan-Manuhin, Barito, dan Katingan. Suku Ot-Danum menempati sepanjang hulu sungai-sungai besar seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas dan di hulu anak Sungai Kapuas. Sedangkan bangsa Maanyan tersebar di berbagai bagian Kabupaten Barito Selatan, yaitu di tepi timur Sungai Barito. Umumnya sebagian besar masyarakat Dayak menggunakan bahasa yang disebut keluarga bahasa Barito. Selain itu, sebagian besar masyarakat suku Dayak bermata pencaharian berladang dan berburu.
Dalam masyarakat suku Dayak berkembang empat kepercayaan atau religi, yaitu agama Islam, pribumi, Katolik, dan Kristen Protestan. Agama pribumi sering disebut dengan Kaharingan. Kaharingan memercayai bahwa alam sekitarnya penuh dengan makhluk halus atau rohroh yang biasanya menempati tiang rumah, batu besar, pohon besar, hutan belukar, air, dan sebagainya.


7. Suku Bangsa Minahasa

Suku bangsa Minahasa sebagian besar mendiami Sulawesi Utara. Sebelah utara Minahasa adalah orang Sangir-Talaud, sedangkan di sebelah selatan orang Bolaang-Mongondow. Oleh karena letak geografisnya yang luas, maka dalam suku Minahasa berkembang cukup banyak dialek atau bahasa yang digunakan. Dialek-dialek tersebut
antara lain:
  1. Tonsea dengan dialek Tonsea yang mendiami daerah sekitar bagian timur laut.
  2. Tombalu dengan dialek Tombalu yang mendiami daerah sekitar barat laut Danau Tondano.
  3. Tontemboan dengan dialek Tontemboan yang mendiami daerah sekitar barat daya dan selatan Danau Tondano atau bagian barat daya daerah Minahasa.
  4. Toulour dengan dialek Toulour yang mendiami daerah bagian timur dan pesisir Danau Tondano.
  5. Tonsawang atau Tonsini dengan dialek Tonsawang yang mendiami daerah bagian tengah Minahasa Selatan atau daerah Tombatu.
  6. Ratahan
  7. Ponosakan, orang Ratahan, dan Ponosakan mendiami daerah bagian tenggara Minahasa.
  8. Batik, bahasa Ratasan dan Batik berbeda dengan dialek-dialek Minahasa, tetapi memiliki banyak unsur yang sama dengan bahasa Sangir.
Sebagian besar masyarakat suku Minahasa bermata pencaharian sebagai petani ladang dan nelayan. Selain itu, ada pula yang menjadi seorang pengrajin tikar, aneka wadah yang terbuat dari kaukur, silar, kulit, dan isi dari sejenis bambu yang tipis. Sementara itu, 90% suku Minahasa memeluk agama Kristen dan Katolik. Sedangkan sisanya 7% adalah pemeluk agama Islam dan 3% penganut Buddha. Agama pribumi sendiri sudah tidak banyak dianut oleh masyarakat.

8. Suku Bangsa Bugis-Makassar

Provinsi Sulawesi Selatan dihuni empat suku bangsa besar, yaitu Bugis, Toraja, Makassar, dan Mandar. Suku Bugis mendiami Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Didenreng-Rappang, Pinreng, Polewali-Mamasa, Enrekeng, Luwu, Pare-Pare, Barru, Pangkajemen Kepulauan, dan Maros.
Sedang orang Makassar mendiami kabupaten-kabupaten Gowa, Takalar, Jenepoto, Bantaeng, Maros, Pangkajene. Daerah peralihan Bugis-Makassar yaitu penduduk Kepulauan Selayar. Umumnya orang Bugis menggunakan bahasa Ugi dan orang Makassar menggunakan bahasa Mangasara.
Keberadaan suku Bugis-Makassar di Indonesia terkenal sebagai pelaut yang tangguh. Perahu-perahu mereka yang bertipe Pinisi dan Lamb telah mengarungi Nusantara sampai ke Sri Lanka dan Filipina. Selain itu, suku Bugis-Makassar mampu mengembangkan teknik dan sistem pelayaran. Bahkan, telah memiliki hukum hingga dalam pelayaran yang dinamakan Ade’ Allopoloping Bicaranna Pabbalu’e. Sebagian masyarakat Bugis dan Makassar masih menganut sistem adat yang sakral.
9. Suku Bangsa Flores

Suku Flores mendiami kelompok kepulauan yang terdiri atas Pulau Komodo, Rinca, Ende, Solor, Adonarai, Lomblem, dan lain-lain. Suku bangsa Flores terdiri atas Sub - subsuku antara lain Manggarai, Orang Riuna, Orang Ngada, Orang Nage-keo, Orang Ende, Orang Lio, Orang Sikka, dan Orang Larantuka.
Umumnya suku Flores bermata pencaharian sebagai petani ladang. Kaum laki-laki bekerja sama membuka hutan, memotong, dan membersihkan belukar, membakar daun-daunan, batang-batang, dan cabang-cabang yang telah ditebang. Sebagian besar suku Manggarai adalah penganut agama Katolik. Namun, ada juga yang beragama Kristen Protestan. Selain itu, kepercayaan terhadap roh nenek moyang pun masih tumbuh dan berkembang.




II. 1.4 Dampak Perubahan bagi Kelompok - Kelompok Sosial di Indonesia

Seiring dengan derasnya arus globalisasi tentunya membawa pengaruh tersendiri bagi bangsa Indonesia. Perubahan demi perubahan terjadi begitu cepat. Perubahan di bidang pertanian, kesehatan, politik, sosial, bahkan cara pandang dan gaya hidup masyarakat mampu menggeser nilai-nilai yang ada. Sebagaimana bangsa yang memiliki kemajemukan tentunya perubahan ini membawa dampak yang luar baisa, yaitu mampu memunculkan konflik vertikal, horizontal, terkendalanya pencapaian integrasi, dan sulitnya terselenggara keadilan. Untuk lebih jelasnya simak dan perhatikan materi di bawah ini.

1. Munculnya Konflik Vertikal

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dalam suatu struktur pemerintahan. Sebagai contohnya, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan akan kenaikan BBM (bahan bakar minyak), saat itu muncul konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat di berbagai wilayah. Contoh lain manakala muncul Undang-Undang No. 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Konflik tersebut terjadi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini setiap daerah berhak mengelola apa yang ada di dalam wilayahnya sendiri. Padahal setiap wilayah mempunyai keterikatan kebutuhan satu sama lain. Adanya undang-undang otonomi daerah menjadikan wilayah atau daerah yang kurang berpotensi menjadi semakin terbatas.

2. Munculnya Konflik Horizontal

Pada hakikatnya konflik horizontal adalah konflik sosial antarpihak yang setara kedudukannya. Contoh konflik antaragama, antargolongan, konflik antarras, dan antarsuku. Akhir-akhir ini konflik horizontal sering kali terjadi di Indonesia. Poso, Aceh, Maluku, Papua, adalah saksi hidup dari sebuah konflik horizontal. Umumnya konflik horizontal bersumber pada perbedaan struktur budaya dan tata nilai yang berkembang menimbulkan kesenjangan yang akhirnya menjadi perbedaan kepentingan. Perubahan yang terjadi di satu wilayah tanpa dibarengi perubahan wilayah lain sangat mungkin memunculkan sebuah konflik horizontal. Untuk itulah diperlukan berbagai upaya guna mencegah konflik antarsuku seperti menumbuhkan sikap menghargai setiap perbedaan yang ada, membentuk forum komunikasi lintas suku, menumbuhkan sikap toleransi antarsuku, menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia.


3. Terkendalanya Pencapaian Integrasi

Umumnya semua bangsa merindukan integrasi sosial. Terlebih bangsa Indonesia sebagai bangsa majemuk yang memiliki perbedaan ras, suku, agama, dan golongan. Integrasi sosial menjadi tujuan utama dalam mencapai kedamaian bangsa. Lantas, apa itu proses integrasi sosial?
Proses integrasi sosial merupakan proses penyesuaian di antara unsur-unsur sosial yang berbeda-beda sehingga membentuk suatu kesatuan masyarakat yang serasi. Kebinekaan yang dimiliki Indonesia menjadi penyebab utama sulitnya pencapaian integrasi. Terlebih adanya perubahan-perubahan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya menjadikan integrasi sosial seolah sebuah impian yang sulit untuk dicapai. Konflik demi konflik sering kali terjadi ketika Indonesia memulai suatu babakan baru dengan membuat perubahan demi kemajuan bangsa. Hal ini tampak dari penyusunan undangundang pemilu, undang-undang sisdiknas, tentang kerja sama dengan IMF, juga tentang kebijakan mengenai berbagai upaya penyelenggaraan negara.
Adanya latar belakang yang berbeda (ras, etnis, agama, suku, dan lain-lain) sering kali menyebabkan pencapaian suatu kebijakan menjadi terhalang. Elite politik dalam sistem pemerintahan mulai berjalan atas nama kepentingan masing-masing bahkan di antara mereka mulai bersifat nonkomplementer, yaitu tidak senang mendukung dan melengkapi dalam suatu kesatuan setiap mereka menganggap orang lain sebagai musuh yang harus dijatuhkan. Situasi ini mendorong munculnya konflik yang akhirnya menjadikan proses integrasi sosial sulit terwujud.

II. 1.5 Upaya Pencegahan Munculnya Masalah Keragaman Suku Bangsa

Keragaman suku bangsa merupakan sesuatu yang berharga dan mempunyai nilai tambah di mata dunia. Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang muncul sebagai akibat keanekaragaman. Oleh karena itu, beberapa macam upaya dan tindakan-tindakan dilakukan untuk mencegah munculnya masalah keragaman suku bangsa. Upaya-upaya tersebut antara lain:

1. Melakukan Penyatuan Ras, Suku, dan Agama

Dalam proses integration atau pembauran setiap ras, suku, dan agama menyatu menjadi satu keseluruhan yang tidak dapat dibedakan. Pembauran ras, suku, dan agama dapat berlangsung manakala terjadi hubungan yang semakin efektif di antara mereka. Apabila melihat kondisi Indonesia yang penuh keanekaragaman, proses ini sangat diperlukan. Namun, perlu diketahui bersama bahwa dalam pembauran diperlukan sikap kearifan, yaitu tidak memandang perbedaan yang ada, mengutamakan keutuhan bangsa di atas kepentingan kelompok serta memberi kesempatan adanya penyatuan dengan perkawinan multiras, multisuku, dan multiagama yang sesuai dengan hak asasi manusia. Melalui proses ini perbedaan-perbedaan yang ada dapat bersatu dalam satu kesatuan yang damai. Namun, tidak dapat dimungkiri pencapaian proses ini diperlukan suatu perjuangan yang keras yang mendatangkan sikap pro dan kontra dari masyarakat. Akan tetapi, jika semuanya dilandasi sikap cinta damai, maka dapat dipastikan proses penyatuan mudah dan dapat terjadi.

2. Menumbuhkan Sikap Nasionalisme

Kesulitan hidup dan semakin rendahnya rasa nasionalisme di kalangan orang Indonesia, jelas mampu menumbuhkan dan memunculkan permasalahan yang semakin rumit. Oleh karena itu, sikap nasionalisme perlu ditumbuhkan. Pada dasarnya nasionalisme merupakan fondasi untuk terciptanya suatu bangsa yang berdaulat baik ke dalam maupun ke luar sekaligus jaminan hidup suatu bangsa di mata dunia. Dengan sikap nasionalisme maka hambatan Indonesia untuk bersatu semakin menipis. Paham Barat yang dapat memicu munculnya konflik sosial ditangkis dengan rasa nasionalisme. Selain itu, rasa cinta tanah air yang ditumbuhkan melalui nasionalisme menjadikan seseorang tidak rela apabila tanah airnya terkoyak oleh adanya konflik, sehingga ia akan menjaga kesatuan yang ada dengan menghormati dan menghargai keanekaragaman.

3. Mengembangkan Sikap Toleransi

Dalam mencegah permasalahan akibat keanekaragaman, sikap toleransi antarperbedaan yang ada sangat diperlukan. Lantas, apa yang dimaksud dengan toleransi? Toleransi itu berasal dari kata tolerare yang berarti menahan diri, bersikap sabar, dan membiarkan orang berpendapat lain.
Bisa juga berarti berlapang dada terhadap orang-orang yang berlainan aliran. Orang yang toleran adalah orang yang bersikap menghargai pendirian, kepercayaan, atau perilaku yang berbeda bahkan bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Yang menjadi dasar sikap ini adalah perwujudan dan penghargaan hak asasi dari manusia yang lain.
Sikap toleransi itu merupakan kunci dalam kehidupan masyarakat yang multikultur. Mengapa? Masing-masing warga masyarakat tentu mempunyai perilaku dan latar belakang sosial budaya yang beragam. Apa jadinya apabila kita tidak toleran dengan keragaman itu? Itu baru menyangkut sebuah masyarakat, belum menyangkut kehidupan berbangsa kita yang multietnis, multiras, dan multikultural. Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, seandainya sikap ini tidak kita temukan dalam diri warga suku bangsa-suku bangsa di Indonesia.

4. Membuka Forum Komunikasi Lintas Suku, Ras, dan Agama

Forum komunikasi lintas suku, ras, dan agama dalam masyarakat multkultural seperti bangsa Indonesia sangat diperlukan sebagai sarana pembentukan hubungan. Forum-forum komunikasi ini bersifat universal seperti OSIS, karang taruna, KNPI, sekolah-sekolah umum, serta organisasi-organisasi yang lain. Dalam forum seperti ini segala orang dari berbagai suku, adat, etnis, ras, dan agama dipersatukan serta menjalin hubungan erat. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat dapat diminimalisasi. Dengan begitu, permasalahan akibat keragaman dapat dicegah sedini mungkin.

II. 2.1 Pembentukan Kelompok Sosial

Manusia dilahirkan kedunia seorang diri, tetapi kemudian hidup berkelompok dengan keluarganya. Seperti kita ketahui, manusia pertama adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain yaitu istrinya yang bernama hawa.
Mereka lalu beranak pinak, terbentuklah keluarga, kelompok social, kelompok kekerabatan, masyarakat, bangsa, dan Negara.

1. Proses pembentukan kelompok sosial

Didalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting ialah reaksi yang tinbul akibat hubungan-hubungan social tersebut. Reaksi yang timbul itu, menyebabkan tindakan dan tanggapan seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau seseorang mempunyai teman, dia memerlukan reaksi, entah yang berujut pujian atau celaan, yang mendorong munculnya tindakan-tindakn selanjutnya. Sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
a. keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dalam masyarakat
b. keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

2. Persyaratan atau factor-faktor pembentukan kelompok social.

Terbentuknya kelompok social memerlukan persyaratan sebagai berikut:
a. setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa diri nya merupakan anggota atau bagian dari kelompok social nya.
b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya.
c. Ada suatu factor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan di antar mereka bertambah erat.
d. Kelompok itu berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku yang khas.
e. Kelompok itu bersistem dan berproses terus menerus.

II. 2.2 Perkembangan Kelompok Sosial

Kelompok social bukan merupakan kelompok yang statis. Setiap kelompok social selalu mengalami perkembangan atau perubahan. Beberapa kelompok social sifatnya lebih stabil daripada kelompok lainnya. Strukturnya tidak banyak mengalami peubahan yang mencolok. Namun, adapula kelompok social yang mengalami perubahan yang cepat, walaupun tidak ada pengaruh dari luar.

1. Perubahan kelompok sosial

Kelompok social umumnya mengalami perubahan akibat proses revolusi karena pengaruh dari luar. Keadaan tidak stabil pada kelompok social dapat terjadi sebagai akibat konplik antar kelompok karena kurangnya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam kelompok tersebut. Ada golongan dalam kelompok social yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan golongan lain, atau ada kepentingan tidak seimbang, sehingga timbul ketidak adilan atau perbedaan paham atau pandangan tentang cara mencapai tujuan kelompok. Kesemuanya itu mengakibatkan terjadinya perpecahan didalam kelompok social, sehingga timbul perubahan struktur kelompok social. Timbulnya struktur kelompok sosil yang baru, pada akhirnya bertujuan mencapai keadaan yang seimbang dan stabil.
Prubahan struktur kelompok social dapt pula terjad karena sebab-sebab dari luar. Ancaman dari luar misalnya, sering kali menjadi factor yang mendorong terjadinya perubahan struktur kelompok social. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar akan memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan diri sendiri dari anggota-anggota kelompok social tersebut. Sebab lain, yaitu pergantian pimpinan, stap, atau anggota kelompok social yang tidak sesuai dengan ketantuan yang berlaku.
Menurut max weber, dalam masyarakat multicultural ada beberapa macam kelompok social. Kelompok social yang satu berbeda dari kelompok social yang lain, walaupun mereka termasuk dalam suatu masyarakat yang sama. Max weber mengemukakan bahwa kelompok masyarakat majemuk berkaitan dengan tatanan yang mengikat dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, politik, dan kebudayaan.
Masyarakat Indonesia tergolong masyarakat multicultural, yaitu masyarakat yang beragam etnis/ suku bangsa, ras, agama, bahasa, adatistiadat, profesi, golongan politik dsb. Kebragaman suku bangsa dan kebudayaan tersebut, tentu saja berpengaruh terhadap system dan struktur social. Karena itu, dalam masyarakat Indonesia terdapat bermacam-macam kelompok social berdasarkan criteria tertentu, seperti kelompok social yang terbentuk karena kepentingan etnis atau suku bangsa, kelompok social kerena kepentingan agama, kerena kepentingan profesi dsb. Perkembangan kelompok social itu terjadi melalui 2 proses, yaitu proses yang bersipat alami dan disengaja.

2. ciri-ciri kelompok social

Menurut sherif kelompok social memiliki ciri-ciri berikut ini.
a. terdapat dorongan atau motif yang sama pada setiap anggota kelompok yang menyebabkan terjadinya interaksi kearah tujuan yang sama.
b. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan dari individu-individu serta reaksi-reaksi dan kecakapan-kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat didalamnya.
c. Pembentukan penegasan struktur kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan hierarki yang lambat laun berkembang dengan sendirinya dalam pencapaian tujuannya.
d. Terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma sebagai pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasikan tujuan kelompok.
Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri utama kelompok social akan dijelaskan satu persatu berikut ini.
a. motif-motif yang sama
terbentuknya klompok social itu ialah kerena bakal anggotanya berkumpul untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan kegiatan bersama lebih mudah dapat dicapai daripada atas usaha sendiri. Jadi, dorongan atau motif bersama itu menjadi pengikat dan sebab utama terbentuknya kelompok social. Tanpa motif yang sama antara sejumlah individu, suatu kelompok social yang khas tidak akan terbentuk.
Denan demikian, terbentuk nya kelompok social bergantung pada adanya tujuan atau motif bersam dan keinsyapan akan oerlunya kerja sama untuk mencapai tujuan itu. Dalam perkembangan kelompok social, selain motif timbul pula tujuan-tujuan tambahan, yang mempunyai peran memperkukuh kehidupan kelompoknya. Apabila kehidupan kelompok bertambah kukuh, sense of belongingness pada anggota-anggotanya makin mendalam.
b. Reaksi dn kecakapan berlainan
sheriff menegaskan bahwa situasi social, baik situasi kebersamaan maupun situasi kelompok mempunyai pengaruh berbeda-beda terhadap tingkah laku individu dibandingkan dengan kebiasaan tingkah laku individu itu dalam keadaan sendiri.

Atas dasar perbedaan-perbedaan dalam kemampuan dan kecakapan antar anggota kelompok yang dirangsang oleh situasi social itu, maka terjadilah pembagian tugas yang khas antara anggota-anggotanya sesuai denagn kecakapannya untuk turut merealisasikan tujuan-tujuan kelompok secara kerja sama. Demikain lah lambat laun terjadi struktur kelompok yang khas serta norma-norma dan pedoman-pedoman pelaksanaan kegiatan kelompok.
c. Penegasan struktur kelompok
struktur kelompok adalah suatu system yang cukup tegas mengenai hubungan-hubungan antara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan-peranan dan status-status mereka sesuai dengan sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok menuju tujuannya.
Dasar hierarki kelompok social itu ialah pembagian tugas dan koordinasi antara tugas-tugas tiap anggota, yang berhubungan dengan kecakapan dan sunbangannya dalam mengusahakan tujuan kelompok, termasuk penegasan struktur kelompok, lambat laun tercipta harapan-harapan yang timbal balik antaranggota.


II. 2.3 Eksperimen Dinamika Kelompok Sosial

Floyd D.Ruch dalam bukunya, Psychologi and life, menegaskan bahwa dinamika kelompok atau (group dynamics) merupakan hasil interaksi yang dinamis diantara individu-individu dalam situasi social.

1. eksperimen pertama

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai dinamika kelompok, dibawah ini akan diuraikan hasil penelitian sherip tentang interaksi dalam kelompok dan interaksi antar kelompok.

a. hipotesis eksperimen
eksperimen yang bertujuan menyelidiki 2 hipotesis berikut ini.
1)      apabila individu-individu manusia yang tidak berhubungan antara satu dengan yang lain dikumpulkan pada suatu tempat untuk berinteraksi social dalam kegiata-kegiatan yang menuju ketujuan yang sama, maka akan terbentuk kelompok social dengan struktur nya yang khas dimana akan terdapat kedudukan social yang hierarkis dan peran-peran social tiap-tiap anggota kelompok yang saling berinteraksi social.

2) Apabila dua kelompok telah membuat struktur in-group nya masing-masing, maka akan terbentuk sikap yang negative terhadap kelompok yang menjadi out-group nya dan akan terbentuk streotip prasangka negative terhadap out-group nya.

Kedua hipotesis itu diselidiki kebenarannya oleh sheriff dengan mengadakan eksperimen berikut ini. Eksperimen di lakukan terhadap 24 orang anak lelaki yang berumur 12 tahun. Anak itu tidak saling mengenal dan perbedaan sosoal di antara mereka di hilangkan karena perbedaan itu dapat mempengaruhi jalannya eksperimen.

b. Jalannya eksperimen

eksperimen di rencanakan dalam tiga fase:
1) fase pertama
Direncana kan anak-anak mengadakan hubungan persahabatan berdasarkan kegiatan bersama seperti berenang, olah raga, dst.di harap kan mereka memilih kawan nya sendiri, dalam bermain mereka di beri kebebasan memilih kawan sepermainan sendiri.ini berjalan selama tiga hari.
2) fase kedua
Setelah tiga hari anak bergaul di lakukan pemisahan anak-anak dalam dua kelompok, masing-masing terdiri atas 12 orang.dari pemisahan itu di harap kan terbentuk struktur social sendiri pada masing-masing kelompok sehingga akan terbentuk in-group dan out-group.

3) fase ketiga
Setelah terbentuk dua kelompok yang khas di rencanakan menimbulkan pergeseran dan konflik social di antara kedua nya. Di ciptakan situasi-situasi yang memudah kan timbul nya saling menghambat antara satu dengan yang lain.

c. Hasil eksperimen
hasil eksperimen di peroleh data-data penelitian sebagai berikut:


1) hasil fase pertama
Seperti yang diharapkan, anak-anak dalam fase pertama segera mengadakan interaksi dan mencari kawan sendiri. Terbentuklah secara bebas kelompok-kelompok persahabatan kecil sebagai hasil dari interaksi timbal-balik kearah tujuan bersama itu.

2) hasil fase kedua
Ternyata persahabatan-persahabatan yang terjadi pada akhir fase pertama (persahabatan berdasar kan interaksi dan pemilihan bebas), setelah di pisah kan dan di masuk kan kedalam kedua kelompok yang lebih besar itu, pada akhir fase kedua tidak ada lagi. Anak-anak sekarang cenderung dengan kawan-kawan kelompok A dan B.

3) hasil fase ketiga
Kesimpulan eksperimen sebagai berikut. Hasil eksperimen membuktikan kebenaran hipotesis kedua yang ingin di selidiki dan keseluruhan eksperimen ini berhasil membuktikan kedua hipotesis, yaitu bahwa dinamika kelompok akan menghasilkan struktur dan norma kelompok serta perasaan in-group yang khas, dan bahwa apabila terjadi pergeseran antara dua kelompok yang sudah mempunyai perasaan in-group masing-masing maka akan terbentuk sikap negative dan streotop terhadap out-group nya masing-masing. Telah di simpulkan bahwa untuk mendamai kan dua kelompok yang berkonflik terdapat cara yang efektif:
  1. berusaha agar beberapa anggota yang mewakili kedua kelompok itu di satukan dan dipertandingkan dengan suatu kelompok di luar kedua kelompok
2. berusaha anggota kelompok itu sering bekerja sama.









Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan :
Manusia dilahirkan ke dunia seorang diri,tetapi kemudian hidup berkelompok dengan keluarganya. Manusia tanpa manusia lainnya mungkin akan mati karena tidak mampu bertahan hidup,karena manusia tidak mempunyai alat-alat fisik yang cukup kuat untuk mampu hidup sendiri. Dengan akal pikirannya, manusia mampu bertahan hidup dan mengembangkan kehidupannya di dunia.
Kelompok sosisal itu mula-mula ruang lingkupnya kecil,tetapi lama-kelamaanmenjadi besar. Bertambah besarnya suatu kelompok sosial karena disebabkan bertambah besarnya jumlah anggota dan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Timbulah kelompok-kelompok kecil yang aktivitasnya dibawah pengaruh kelompok induknya.
Kelompok sosial bukan merupakan kelompok yang statis. Setiap kelompok sosial selalu mengalami perkembangan atau perubahan. Perkembangan kelompok sosial  itu terjadi melalui dua proses,yakni proses myang bersifat alami dan proses bersifat disengaja.



III. 2 Saran  :
Suatu saat kita pasti membutuhkan bantuan orang lain. Jika kita tidak bisa dan tidak mau bergaul Kita sebagai makhluk sosial harus bisa berbaur dengan yang lainnya. Harus saling membantu karena dengan orang lain,lebih baik mati saja .







DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, 1992, Sosiologi: Skematika Teori dan Terapan, Jakarta, Bumi Aksara.
Susanto, Astrid,1985, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung Bina Cipta.
www.Artikel.us Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural.




1 komentar: