PERKEMBANGAN KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
II. 1.1 Faktor Penyebab
Multikultural di Indonesia
Merupakan suatu kenyataan yang tidak
bisa ditolak bahwa negara Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis,
budaya, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu, bangsa Indonesia disebut sebagai
masyarakat multikultural yang unik dan rumit. Tahukah kamu apa yang
menyebabkannya?
Pada dasarnya terdapat banyak faktor
yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural dan
multiras. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Sejarah Indonesia
Di mata dunia, Indonesia adalah
negeri yang kaya dan subur. Segala sesuatu yang diperlukan semua bangsa tumbuh
di Indonesia. Misalnya, palawija dan rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia
menjadi negeri incaran bagi bangsa lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia
telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain yaitu Portugis, Belanda, Inggris,
Cina, India, dan Arab.
Kesemua bangsa tersebut datang
dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka tinggal dan
menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki
struktur ras dan budaya yang makin beragam.
2. Faktor Geografis
Apabila dilihat secara geografisnya
Indonesia berada di jalur persilangan transportasi laut yang ramai dan
strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa pedagang singgah ke Indonesia sekadar
untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut seperti Arab, India, Portugis, Spanyol,
Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda, Jerman, dan lain-lain. Kesemua bangsa
tersebut mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Persinggahan ini
mengakibatkan masuknya unsur budaya tertentu ke negara Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa Belanda, agama Islam, Nasrani,
Hindu, dan Buddha.
3. Faktor Bentuk Fisik Indonesia
Apabila dilihat dari struktur
geologinya, bangsa Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng benua besar.
Hal ini menjadikan Indonesia berbentuk negara kepulauan yang terdiri atas
ribuan pulau. Masing-masing pulau mempunyai karakteristik fisik sendiri-sendiri.
Untuk mempertahan kan hidup, masyarakat di masing-masing pulau mempunyai cara
yang berbeda-beda, sesuai deng an kondisi fisik daerahnya. Oleh karena itu,
masing-masing pulau juga mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula.
Teknologi, budaya, seni, bahasa mereka pun berbeda-beda yang akhirnya membentuk
masyarakat multikultural.
4. Faktor Perbedaan Struktur Geologi
Sebagaimana telah diungkapkan di
atas bahwa pada dasarya Indonsia terletak di antara tiga pertemuan lempeng,
yaitu lempeng Asia, Australia, dan Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia
mempunyai tiga tipe struktur geologi yaitu tipe Asia dengan struktur geologi
Indonesia Barat, tipe peralihan dengan zona geologi dengan struktur geologi
Indonesia Tengah, dan tipe Australia dengan struktur geologi Indonesia Timur.
Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan ras, suku, jenis flora dan
faunanya.
II. 1.2 Proses Terjadinya Keragaman
Suku Bangsa Indonesia
Jika dilihat berdasarkan letak
geografisnya, Indonesia adalah negara kepulauan yang terpisahkan oleh lautan
luas. Kondisi ini menjadikan setiap pulau mengembangkan budayanya
sendiri-sendiri. Akibatnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang
majemuk, dihuni oleh ratusan kelompok suku serta kaya akan bahasa dan
kebudayaan daerah. Secara umum, keragaman Indonesia ditandai oleh kemajemukan
suku bangsa dan bahasa (sekitar 250 dialek), agama (Buddha, Hindu, Islam,
Katolik, Konghucu, Protestan, dan lain-lain), kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa (sekitar 400 aliran), sistem hukum (nasional, agama, adat, sistem
kekerabatan), serta sistem perkawinan (monogami dan poligami). Kesemua ini
melukiskan kekayaan Indonesia yang tidak ternilai harganya.
Keanekaragaman dan kemajemukan ini
tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lantas, bagaimanakah
keragaman suku bangsa Indonesia terbentuk? Tentunya proses ini tidak berjalan
secara sederhana, namun melalui proses
yang panjang.
Mulanya penghuni pertama Indonesia
sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo.
Selanjutnya, tahun 1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan karakteristik yang mirip dengan
masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke barat (Sumatra) dan timur
(Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka memengaruhinya dan terpengaruhi
oleh daerah sekitarnya.
Pada masa 3000–500 Sebelum Masehi,
Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran submongoloid dari Asia yang di
kemudian hari menikah dengan penduduk Indigenous. Pada 1000 Sebelum Masehi
pernikahan silang masih terjadi dengan penduduk migran Indo-Arian dari Asia
Selatan, subsuku ini dari India. Alhasil,
masuknya para pendatang dari India dan menyebarkan agama Hindu ke seluruh
kepulauan.
Pada abad XIII, pedagang muslim dari
Gujarat dan Persia mulai mengunjungi Indonesia melakukan perdagangan. Bersamaan
dengan berdagang, penduduk Gujarat dan Arab melakukan penyebaran agama Islam ke
wilayah sekitar. Selanjutnya di tahun 1511, Portugis tiba di Indonesia. Awalnya
kedatangan Portugis bertujuan untuk mencari rempah, namun lambat laun mereka
juga menyebarkan agama Kristen. Serentetan perjalanan sejarah ini menghasilkan
lebih dari lima puluh kelompok suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang
sampai Merauke yang terdiri atas suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Bugis, Batak,
Bali, Ambon, Dayak, Sasak, Aceh, dan lain-lain.
II. 1.3 Keragaman Suku Bangsa
Indonesia di Bagian Barat, Tengah, dan Timur
Sebagai bangsa yang majemuk, bangsa
Indonesia memiliki puluhan, bahkan ratusan suku bangsa. Suku-suku bangsa
tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Keberagaman suku bangsa menjadi
karakteristik tersendiri bagi Indonesia. Misalnya, di Kepulauan Sumatra,
Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa berbagai macam aneka tradisi dan
karya budaya tumbuh dan berkembang seperti aneka tarian, arsitektur, rumah
adat, candi, kerajinan tangan, dan jenis makanan. Kesemua itu menjadi berbeda
di setiap suku bangsanya. Melihat realitas ini dapat dibayangkan betapa kaya
dan indahnya kebudayaan Indonesia. Nah, kali ini kita akan mengkaji lebih dalam
tentang kekayaan kultur Indonesia dari barat sampai ke timur.
1. Suku Bangsa Mentawai
Orang Mentawai bertempat tinggal di
Kepulauan Mentawai, yaitu di pulau-pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan
Pagai Selatan. Umumnya, mereka masih tinggal di daerah-daerah hutan tropik.
Desa-desa yang ada biasanya terletak di muara sungai, jaraknya lima kilometer
dari pantai. Mata pencaharian suku Mentawai adalah berkebun dengan cara membuka
sebidang tanah di hutan dengan cara memotong belukar dan menebang pohon-pohon
yang kecil. Selain berkebun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang Mentawai
juga menangkap ikan dan berburu di hutan. mumnya orang Mentawai telah menganut
agama. Agama yang ada adalah Kristen,
Katolik, dan Islam, walaupun nilainilai tradisi masih melekat dengan kuat.
2. Suku Bangsa Nias
Pulau Nias merupakan pulau terbesar
di sebelah barat Sumatra. Orang Nias
mendiami Kabupaten Nias yang terdiri atas satu pulau besar utama dan beberapa
pulau kecil, seperti Pulau Hikano di Karat, Senau dan Lafau di utara dan Pulau
Batu di selatan. Bahasa yang berkembang pada suku
Nias mempunyai dua logat, yaitu logat di Nias Utara dan Nias Selatan atau
Tello. Logat yang pertama digunakan di Nias
bagian utara, timur, dan barat. Sedangkan yang kedua digunakan di Nias bagian
tengah, selatan, dan Kepulauan Batu. Umumnya mata pencaharian orang Nias adalah
bercocok tanam dan berladang. Sedangkan mata pencaharian tambahan adalah
berburu, menangkap ikan, beternak, dan pertukangan. Sistem religi yang
berkembang pada orang Nias sudah sangat beragam. Menurut catatan tahun 1967,
jumlah pemeluk agama di Nias yaitu Kristen Protestan 295.244 jiwa, Islam 30.163
jiwa, Katolik 24.485 jiwa, Pelega 2.658 jiwa, dan Buddha
288 jiwa.
3. Suku Bangsa Minangkabau
Mayoritas suku Minang bertempat
tinggal di Sumatra Barat. Suku Minang hidup dengan budaya matriarkal. Budaya
matriarchal menyentuh sendi kehidupan suku Minang, di mana garis keturunan
mereka ditentukan oleh garis keturunan ibu, yang dikenal dengan budaya Bundo
Kanduang. Namun demikian, budaya matriarchal tidak menyentuh pada lembaga pemerintahan,
karena di dalam memerintah laki-laki masih mendominasi kekuasaan dibandingkan
kaum perempuan. Hal ini dikarenakan pengaruh agama Islam yang kuat di kalangan
suku Minang. Umumnya orang Minang menggunakan bahasa mereka sendiri, yaitu
bahasa Minangkabau. Bahasa ini erat kaitannya dengan bahasa Melayu. Pada
dasarnya antara bahasa Melayu dengan Minangkabau memiliki banyak kesamaan.
Berbicara tentang mata pencaharian hidup, sebagian besar suku Minang hidup
dengan bercocok tanam . Mereka mengusahakan sawah di daerah yang tinggi untuk
menanam sayursayuran. Di daerah kurang subur, mereka menanam pisang, ubi jalar,
dan sebagainya. Sementara di daerah pesisir, mereka
hidup dari hasil kelapa dan menangkap ikan.
4. Suku Bangsa Batak
Sebagian besar suku bangsa Batak
mendiami daerah pegunungan Sumatra Utara, mulai dari perbatasan Daerah Istimewa
Aceh di utara sampai ke perbatasan Riau dan Sumatra Barat sebelah selatan.
Selain itu, orang Batak juga mendiami tanah datar yang berada di antara daerah
pegunungan pantai timur Sumatra Utara dan pantai barat Sumatra Utara. Dengan
demikian, suku Batak mendiami Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu,
Serdang Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing,
dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Suku bangsa Batak terdiri atas
beberapa subsuku antara lain suku Karo (mendiami di Dataran Tinggi Karo,
Langkat, Hulu, Serdang Hulu, dan Deli Hulu), suku Simalungun (mendiami di
daerah Simalungun), suku Pakpak (mendiami daerah Dairi), suku Toba (mendiami
suatu daerah induk yang meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran
Tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga), suku
Angkola (mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian dari Sibolga dan
Batang Toru dan sebagian utara dari Padang Lawas), serta suku Mandailing
(mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan, dan bagian selatan dari Padang
Lawas).
Dikenal beberapa logat bahasa yang
berkembang di suku Batak. Logat-logat tersebut antara lain, logat Karo yang
dipakai oleh orang Karo, logat Pakpak dipakai oleh orang Pakpak, logat
Simalungun dipakai oleh orang Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh orang
Toba, Angkola, serta Mandailing.
Sejak permulaan abad XIX Batak
mengenal beberapa agama baru yaitu agama Islam, Kristen Protestan, dan Katolik.
Walaupun begitu masih banyak kepercayaan-kepercayaan yang hidup, terutama di
antara penduduk pedesaan.
5. Suku Bangsa Jawa
Suku bangsa Jawa tinggal dan menetap
di Pulau Jawa. Namun, tidak semua wilayah di Pulau Jawa dihuni oleh suku Jawa.
Di Pulau Jawa bagian barat dihuni oleh suku Sunda dan di ujung timur dihuni
oleh suku Madura. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa yang mengenal akan
tingkatan-tingkatan, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko
digunakan untuk orang yang usianya lebih muda, untuk orang yang status
sosialnya lebih rendah dan untuk orang yang sudah sangat akrab. Bahasa Jawa
Ngoko memiliki dua tingkatan lagi apabila dilihat dari penggunaannya, yaitu
Ngoko Lugu dan Ngoko Andap. Sedang bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk
berbicara dengan orang yang statusnya lebih tinggi dan usianya lebih tua.
Sebagian besar suku Jawa bermata
pencaharian sebagai petani, selain itu ada pula pegawai negeri, pedagang,
nelayan, dan pertukangan. Sistem kepercayaan suku Jawa pun sangat beragam
selain lima agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu)
terdapat pula kepercayaan lain yang berkembang.
6. Suku Bangsa Dayak
Suku bangsa Dayak sebagian besar
hidup di Pulau Kalimantan. Suku Dayak terdiri atas beberapa macam subsuku
seperti Dayak Ngaju, Dayak Punan, Dayak Maanyan, Lawangan, Katingan, dan Dayak
Ot. Dalam Dayak Ot masih terdapat sub-subsuku, yaitu Ot-Siauw, Ot-Paridan,
Ot-Danum, Ot-Olong-olong, dan sebagainya.
Suku Dayak Ngaju menempati sepanjang
sungai-sungai besar di Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Kahayan,
Rungan-Manuhin, Barito, dan Katingan. Suku Ot-Danum menempati sepanjang hulu
sungai-sungai besar seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas dan di hulu
anak Sungai Kapuas. Sedangkan bangsa Maanyan tersebar di berbagai bagian
Kabupaten Barito Selatan, yaitu di tepi timur Sungai Barito. Umumnya sebagian
besar masyarakat Dayak menggunakan bahasa yang disebut keluarga bahasa Barito. Selain itu, sebagian besar masyarakat suku Dayak
bermata pencaharian berladang dan berburu.
Dalam masyarakat suku Dayak
berkembang empat kepercayaan atau religi, yaitu agama Islam, pribumi, Katolik,
dan Kristen Protestan. Agama pribumi sering disebut dengan Kaharingan.
Kaharingan memercayai bahwa alam sekitarnya penuh dengan makhluk halus atau
rohroh yang biasanya menempati tiang rumah, batu besar, pohon besar, hutan
belukar, air, dan sebagainya.
7. Suku Bangsa Minahasa
Suku bangsa Minahasa sebagian besar
mendiami Sulawesi Utara. Sebelah utara Minahasa adalah orang Sangir-Talaud,
sedangkan di sebelah selatan orang Bolaang-Mongondow. Oleh karena letak
geografisnya yang luas, maka dalam suku Minahasa berkembang cukup banyak dialek
atau bahasa yang digunakan. Dialek-dialek tersebut
antara lain:
- Tonsea dengan dialek Tonsea yang mendiami daerah sekitar bagian timur laut.
- Tombalu dengan dialek Tombalu yang mendiami daerah sekitar barat laut Danau Tondano.
- Tontemboan dengan dialek Tontemboan yang mendiami daerah sekitar barat daya dan selatan Danau Tondano atau bagian barat daya daerah Minahasa.
- Toulour dengan dialek Toulour yang mendiami daerah bagian timur dan pesisir Danau Tondano.
- Tonsawang atau Tonsini dengan dialek Tonsawang yang mendiami daerah bagian tengah Minahasa Selatan atau daerah Tombatu.
- Ratahan
- Ponosakan, orang Ratahan, dan Ponosakan mendiami daerah bagian tenggara Minahasa.
- Batik, bahasa Ratasan dan Batik berbeda dengan dialek-dialek Minahasa, tetapi memiliki banyak unsur yang sama dengan bahasa Sangir.
Sebagian besar masyarakat suku
Minahasa bermata pencaharian sebagai petani ladang dan nelayan. Selain itu, ada
pula yang menjadi seorang pengrajin tikar, aneka wadah yang terbuat dari
kaukur, silar, kulit, dan isi dari sejenis bambu yang tipis. Sementara itu, 90%
suku Minahasa memeluk agama Kristen dan Katolik. Sedangkan sisanya 7% adalah
pemeluk agama Islam dan 3% penganut Buddha. Agama pribumi sendiri sudah tidak
banyak dianut oleh masyarakat.
8. Suku Bangsa Bugis-Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan dihuni
empat suku bangsa besar, yaitu Bugis, Toraja, Makassar, dan Mandar. Suku Bugis
mendiami Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Didenreng-Rappang,
Pinreng, Polewali-Mamasa, Enrekeng, Luwu, Pare-Pare, Barru, Pangkajemen
Kepulauan, dan Maros.
Sedang orang Makassar mendiami
kabupaten-kabupaten Gowa, Takalar, Jenepoto, Bantaeng, Maros, Pangkajene.
Daerah peralihan Bugis-Makassar yaitu penduduk Kepulauan Selayar. Umumnya orang
Bugis menggunakan bahasa Ugi dan orang Makassar menggunakan bahasa Mangasara.
Keberadaan suku Bugis-Makassar di
Indonesia terkenal sebagai pelaut yang tangguh. Perahu-perahu mereka yang
bertipe Pinisi dan Lamb telah mengarungi Nusantara sampai ke Sri Lanka dan
Filipina. Selain itu, suku Bugis-Makassar mampu mengembangkan teknik dan sistem
pelayaran. Bahkan, telah memiliki hukum hingga dalam pelayaran yang dinamakan Ade’ Allopoloping Bicaranna Pabbalu’e. Sebagian masyarakat Bugis dan Makassar masih
menganut sistem adat yang sakral.
9. Suku Bangsa Flores
Suku Flores mendiami kelompok
kepulauan yang terdiri atas Pulau Komodo, Rinca, Ende, Solor, Adonarai,
Lomblem, dan lain-lain. Suku bangsa Flores terdiri atas Sub - subsuku antara
lain Manggarai, Orang Riuna, Orang Ngada, Orang Nage-keo, Orang Ende, Orang
Lio, Orang Sikka, dan Orang Larantuka.
Umumnya suku Flores bermata
pencaharian sebagai petani ladang. Kaum laki-laki bekerja sama membuka hutan,
memotong, dan membersihkan belukar, membakar daun-daunan, batang-batang, dan
cabang-cabang yang telah ditebang. Sebagian besar suku Manggarai adalah
penganut agama Katolik. Namun, ada juga yang beragama
Kristen Protestan. Selain itu, kepercayaan terhadap roh nenek moyang pun masih
tumbuh dan berkembang.
II.
1.4 Dampak Perubahan bagi Kelompok - Kelompok Sosial di Indonesia
Seiring dengan derasnya arus
globalisasi tentunya membawa pengaruh tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Perubahan demi perubahan terjadi begitu cepat. Perubahan di bidang pertanian,
kesehatan, politik, sosial, bahkan cara pandang dan gaya hidup masyarakat mampu
menggeser nilai-nilai yang ada. Sebagaimana bangsa yang memiliki kemajemukan
tentunya perubahan ini membawa dampak yang luar baisa, yaitu mampu memunculkan
konflik vertikal, horizontal, terkendalanya pencapaian integrasi, dan sulitnya
terselenggara keadilan. Untuk lebih jelasnya simak dan perhatikan materi di
bawah ini.
1. Munculnya Konflik Vertikal
Sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lainnya dalam suatu struktur pemerintahan. Sebagai
contohnya, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan akan kenaikan BBM (bahan
bakar minyak), saat itu muncul konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat di
berbagai wilayah. Contoh lain manakala muncul Undang-Undang No. 22 dan 25 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah. Konflik tersebut terjadi antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini setiap daerah berhak mengelola apa yang
ada di dalam wilayahnya sendiri. Padahal
setiap wilayah mempunyai keterikatan kebutuhan satu sama lain. Adanya
undang-undang otonomi daerah menjadikan wilayah atau daerah yang kurang
berpotensi menjadi semakin terbatas.
2. Munculnya Konflik Horizontal
Pada hakikatnya konflik horizontal
adalah konflik sosial antarpihak yang setara kedudukannya. Contoh konflik
antaragama, antargolongan, konflik antarras, dan antarsuku. Akhir-akhir ini
konflik horizontal sering kali terjadi di Indonesia. Poso, Aceh, Maluku, Papua,
adalah saksi hidup dari sebuah konflik horizontal. Umumnya konflik horizontal
bersumber pada perbedaan struktur budaya dan tata nilai yang berkembang
menimbulkan kesenjangan yang akhirnya menjadi perbedaan kepentingan. Perubahan
yang terjadi di satu wilayah tanpa dibarengi perubahan wilayah lain sangat
mungkin memunculkan sebuah konflik horizontal. Untuk itulah diperlukan berbagai
upaya guna mencegah konflik antarsuku seperti menumbuhkan sikap menghargai
setiap perbedaan yang ada, membentuk forum komunikasi lintas suku, menumbuhkan
sikap toleransi antarsuku, menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia.
3. Terkendalanya Pencapaian Integrasi
Umumnya semua bangsa merindukan
integrasi sosial. Terlebih bangsa Indonesia sebagai bangsa majemuk yang
memiliki perbedaan ras, suku, agama, dan golongan. Integrasi sosial menjadi
tujuan utama dalam mencapai kedamaian bangsa. Lantas, apa itu proses integrasi
sosial?
Proses integrasi sosial merupakan
proses penyesuaian di antara unsur-unsur sosial yang berbeda-beda sehingga
membentuk suatu kesatuan masyarakat yang serasi. Kebinekaan yang dimiliki
Indonesia menjadi penyebab utama sulitnya pencapaian integrasi. Terlebih adanya
perubahan-perubahan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya menjadikan
integrasi sosial seolah sebuah impian yang sulit untuk dicapai. Konflik demi
konflik sering kali terjadi ketika Indonesia memulai suatu babakan baru dengan
membuat perubahan demi kemajuan bangsa. Hal ini tampak dari penyusunan
undangundang pemilu, undang-undang sisdiknas, tentang kerja sama dengan IMF,
juga tentang kebijakan mengenai berbagai upaya penyelenggaraan negara.
Adanya latar belakang yang berbeda
(ras, etnis, agama, suku, dan lain-lain) sering kali menyebabkan pencapaian
suatu kebijakan menjadi terhalang. Elite politik dalam sistem pemerintahan
mulai berjalan atas nama kepentingan masing-masing bahkan di antara mereka
mulai bersifat nonkomplementer, yaitu tidak senang mendukung dan melengkapi
dalam suatu kesatuan setiap mereka menganggap orang lain sebagai musuh yang
harus dijatuhkan. Situasi ini mendorong munculnya
konflik yang akhirnya menjadikan proses integrasi sosial sulit terwujud.
II.
1.5 Upaya Pencegahan Munculnya Masalah Keragaman Suku Bangsa
Keragaman suku bangsa merupakan
sesuatu yang berharga dan mempunyai nilai tambah di mata dunia. Hal inilah yang
menjadi dasar pijakan dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang
muncul sebagai akibat keanekaragaman. Oleh karena itu, beberapa macam upaya dan
tindakan-tindakan dilakukan untuk mencegah munculnya masalah keragaman suku
bangsa. Upaya-upaya tersebut antara lain:
1. Melakukan Penyatuan Ras, Suku, dan Agama
Dalam proses integration atau
pembauran setiap ras, suku, dan agama menyatu menjadi satu keseluruhan yang
tidak dapat dibedakan. Pembauran ras, suku, dan agama dapat berlangsung
manakala terjadi hubungan yang semakin efektif di antara mereka. Apabila
melihat kondisi Indonesia yang penuh keanekaragaman, proses ini sangat
diperlukan. Namun, perlu diketahui bersama bahwa dalam pembauran diperlukan
sikap kearifan, yaitu tidak memandang perbedaan yang ada, mengutamakan keutuhan
bangsa di atas kepentingan kelompok serta memberi kesempatan adanya penyatuan
dengan perkawinan multiras, multisuku, dan multiagama yang sesuai dengan hak
asasi manusia. Melalui proses ini perbedaan-perbedaan yang ada dapat bersatu
dalam satu kesatuan yang damai. Namun, tidak dapat dimungkiri pencapaian proses
ini diperlukan suatu perjuangan yang keras yang mendatangkan sikap pro dan
kontra dari masyarakat. Akan tetapi, jika semuanya dilandasi sikap cinta damai,
maka dapat dipastikan proses penyatuan mudah dan dapat terjadi.
2. Menumbuhkan Sikap Nasionalisme
Kesulitan hidup dan semakin
rendahnya rasa nasionalisme di kalangan orang Indonesia, jelas mampu
menumbuhkan dan memunculkan permasalahan yang semakin rumit. Oleh karena itu,
sikap nasionalisme perlu ditumbuhkan. Pada dasarnya nasionalisme merupakan
fondasi untuk terciptanya suatu bangsa yang berdaulat baik ke dalam maupun ke
luar sekaligus jaminan hidup suatu bangsa di mata dunia. Dengan sikap
nasionalisme maka hambatan Indonesia untuk bersatu semakin menipis. Paham Barat
yang dapat memicu munculnya konflik sosial ditangkis dengan rasa nasionalisme.
Selain itu, rasa cinta tanah air yang ditumbuhkan melalui nasionalisme
menjadikan seseorang tidak rela apabila tanah airnya terkoyak oleh adanya
konflik, sehingga ia akan menjaga kesatuan yang ada dengan menghormati dan
menghargai keanekaragaman.
3. Mengembangkan Sikap Toleransi
Dalam mencegah permasalahan akibat
keanekaragaman, sikap toleransi antarperbedaan yang ada sangat diperlukan. Lantas,
apa yang dimaksud dengan toleransi? Toleransi itu berasal dari kata tolerare yang
berarti menahan diri, bersikap sabar, dan membiarkan orang berpendapat lain.
Bisa juga berarti berlapang dada
terhadap orang-orang yang berlainan aliran. Orang yang toleran adalah orang
yang bersikap menghargai pendirian, kepercayaan, atau perilaku yang berbeda
bahkan bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Yang menjadi dasar sikap ini
adalah perwujudan dan penghargaan hak asasi dari manusia yang lain.
Sikap toleransi itu merupakan kunci
dalam kehidupan masyarakat yang multikultur. Mengapa? Masing-masing warga
masyarakat tentu mempunyai perilaku dan latar belakang sosial budaya yang
beragam. Apa jadinya apabila kita tidak toleran dengan keragaman itu? Itu baru
menyangkut sebuah masyarakat, belum menyangkut kehidupan berbangsa kita yang
multietnis, multiras, dan multikultural. Kita tidak bisa membayangkan apa yang
akan terjadi, seandainya sikap ini tidak kita temukan dalam diri warga suku
bangsa-suku bangsa di Indonesia.
4. Membuka Forum Komunikasi Lintas Suku, Ras, dan Agama
Forum komunikasi lintas suku, ras,
dan agama dalam masyarakat multkultural seperti bangsa Indonesia sangat
diperlukan sebagai sarana pembentukan hubungan. Forum-forum komunikasi ini
bersifat universal seperti OSIS, karang taruna, KNPI, sekolah-sekolah umum,
serta organisasi-organisasi yang lain. Dalam forum seperti ini segala orang
dari berbagai suku, adat, etnis, ras, dan agama dipersatukan serta menjalin
hubungan erat. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat
dapat diminimalisasi. Dengan begitu, permasalahan akibat keragaman dapat
dicegah sedini mungkin.
II. 2.1 Pembentukan Kelompok
Sosial
Manusia dilahirkan kedunia seorang
diri, tetapi kemudian hidup berkelompok dengan keluarganya. Seperti kita
ketahui, manusia pertama adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan
manusia lain yaitu istrinya yang bernama hawa.
Mereka lalu beranak pinak, terbentuklah keluarga, kelompok social, kelompok kekerabatan, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Mereka lalu beranak pinak, terbentuklah keluarga, kelompok social, kelompok kekerabatan, masyarakat, bangsa, dan Negara.
1. Proses pembentukan kelompok
sosial
Didalam hubungan antara manusia
dengan manusia lain, yang paling penting ialah reaksi yang tinbul akibat
hubungan-hubungan social tersebut. Reaksi yang timbul itu, menyebabkan tindakan
dan tanggapan seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau seseorang
mempunyai teman, dia memerlukan reaksi, entah yang berujut pujian atau celaan,
yang mendorong munculnya tindakan-tindakn selanjutnya. Sejak dilahirkan,
manusia sudah mempunyai hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
a. keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dalam masyarakat
b. keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
a. keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dalam masyarakat
b. keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
2. Persyaratan atau factor-faktor
pembentukan kelompok social.
Terbentuknya kelompok social memerlukan
persyaratan sebagai berikut:
a. setiap anggota kelompok harus
menyadari bahwa diri nya merupakan anggota atau bagian dari kelompok social
nya.
b. Ada hubungan timbal balik antara
anggota yang satu dengan anggota lainnya.
c. Ada suatu factor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan di antar mereka bertambah erat.
d. Kelompok itu berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku yang khas.
e. Kelompok itu bersistem dan berproses terus menerus.
c. Ada suatu factor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan di antar mereka bertambah erat.
d. Kelompok itu berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku yang khas.
e. Kelompok itu bersistem dan berproses terus menerus.
II. 2.2 Perkembangan Kelompok Sosial
Kelompok social bukan merupakan
kelompok yang statis. Setiap kelompok social selalu mengalami perkembangan atau
perubahan. Beberapa kelompok social sifatnya lebih stabil daripada kelompok
lainnya. Strukturnya tidak banyak mengalami peubahan yang mencolok. Namun,
adapula kelompok social yang mengalami perubahan yang cepat, walaupun tidak ada
pengaruh dari luar.
1. Perubahan kelompok sosial
Kelompok social umumnya mengalami
perubahan akibat proses revolusi karena pengaruh dari luar. Keadaan tidak
stabil pada kelompok social dapat terjadi sebagai akibat konplik antar kelompok
karena kurangnya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam kelompok tersebut.
Ada golongan dalam kelompok social yang ingin merebut kekuasaan dengan
mengorbankan golongan lain, atau ada kepentingan tidak seimbang, sehingga
timbul ketidak adilan atau perbedaan paham atau pandangan tentang cara mencapai
tujuan kelompok. Kesemuanya itu mengakibatkan terjadinya perpecahan didalam
kelompok social, sehingga timbul perubahan struktur kelompok social. Timbulnya
struktur kelompok sosil yang baru, pada akhirnya bertujuan mencapai keadaan
yang seimbang dan stabil.
Prubahan struktur kelompok social
dapt pula terjad karena sebab-sebab dari luar. Ancaman dari luar misalnya,
sering kali menjadi factor yang mendorong terjadinya perubahan struktur
kelompok social. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar akan
memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan
diri sendiri dari anggota-anggota kelompok social tersebut. Sebab lain, yaitu
pergantian pimpinan, stap, atau anggota kelompok social yang tidak sesuai
dengan ketantuan yang berlaku.
Menurut max weber, dalam masyarakat
multicultural ada beberapa macam kelompok social. Kelompok social yang satu
berbeda dari kelompok social yang lain, walaupun mereka termasuk dalam suatu
masyarakat yang sama. Max weber mengemukakan bahwa kelompok masyarakat majemuk
berkaitan dengan tatanan yang mengikat dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,
politik, dan kebudayaan.
Masyarakat Indonesia tergolong
masyarakat multicultural, yaitu masyarakat yang beragam etnis/ suku bangsa,
ras, agama, bahasa, adatistiadat, profesi, golongan politik dsb. Kebragaman
suku bangsa dan kebudayaan tersebut, tentu saja berpengaruh terhadap system dan
struktur social. Karena itu, dalam masyarakat Indonesia terdapat bermacam-macam
kelompok social berdasarkan criteria tertentu, seperti kelompok social yang
terbentuk karena kepentingan etnis atau suku bangsa, kelompok social kerena
kepentingan agama, kerena kepentingan profesi dsb. Perkembangan kelompok social
itu terjadi melalui 2 proses, yaitu proses yang bersipat alami dan disengaja.
2. ciri-ciri kelompok social
Menurut sherif kelompok social
memiliki ciri-ciri berikut ini.
a. terdapat dorongan atau motif yang
sama pada setiap anggota kelompok yang menyebabkan terjadinya interaksi kearah
tujuan yang sama.
b. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan dari individu-individu serta reaksi-reaksi dan kecakapan-kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat didalamnya.
c. Pembentukan penegasan struktur kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan hierarki yang lambat laun berkembang dengan sendirinya dalam pencapaian tujuannya.
b. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan dari individu-individu serta reaksi-reaksi dan kecakapan-kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang terlibat didalamnya.
c. Pembentukan penegasan struktur kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan kedudukan hierarki yang lambat laun berkembang dengan sendirinya dalam pencapaian tujuannya.
d. Terjadinya penegasan dan
peneguhan norma-norma sebagai pedoman tingkah laku anggota kelompok yang
mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok dalam merealisasikan tujuan
kelompok.
Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri
utama kelompok social akan dijelaskan satu persatu berikut ini.
a. motif-motif yang sama
terbentuknya klompok social itu ialah
kerena bakal anggotanya berkumpul untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
kegiatan bersama lebih mudah dapat dicapai daripada atas usaha sendiri. Jadi,
dorongan atau motif bersama itu menjadi pengikat dan sebab utama terbentuknya
kelompok social. Tanpa motif yang sama antara sejumlah individu, suatu kelompok
social yang khas tidak akan terbentuk.
Denan demikian, terbentuk nya kelompok social bergantung pada adanya tujuan atau motif bersam dan keinsyapan akan oerlunya kerja sama untuk mencapai tujuan itu. Dalam perkembangan kelompok social, selain motif timbul pula tujuan-tujuan tambahan, yang mempunyai peran memperkukuh kehidupan kelompoknya. Apabila kehidupan kelompok bertambah kukuh, sense of belongingness pada anggota-anggotanya makin mendalam.
Denan demikian, terbentuk nya kelompok social bergantung pada adanya tujuan atau motif bersam dan keinsyapan akan oerlunya kerja sama untuk mencapai tujuan itu. Dalam perkembangan kelompok social, selain motif timbul pula tujuan-tujuan tambahan, yang mempunyai peran memperkukuh kehidupan kelompoknya. Apabila kehidupan kelompok bertambah kukuh, sense of belongingness pada anggota-anggotanya makin mendalam.
b. Reaksi dn kecakapan berlainan
sheriff menegaskan bahwa situasi
social, baik situasi kebersamaan maupun situasi kelompok mempunyai pengaruh
berbeda-beda terhadap tingkah laku individu dibandingkan dengan kebiasaan
tingkah laku individu itu dalam keadaan sendiri.
Atas dasar perbedaan-perbedaan dalam kemampuan dan kecakapan antar anggota kelompok yang dirangsang oleh situasi social itu, maka terjadilah pembagian tugas yang khas antara anggota-anggotanya sesuai denagn kecakapannya untuk turut merealisasikan tujuan-tujuan kelompok secara kerja sama. Demikain lah lambat laun terjadi struktur kelompok yang khas serta norma-norma dan pedoman-pedoman pelaksanaan kegiatan kelompok.
c. Penegasan struktur kelompok
struktur kelompok adalah suatu
system yang cukup tegas mengenai hubungan-hubungan antara anggota-anggota
kelompok berdasarkan peranan-peranan dan status-status mereka sesuai dengan
sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok menuju tujuannya.
Dasar hierarki kelompok social itu
ialah pembagian tugas dan koordinasi antara tugas-tugas tiap anggota, yang
berhubungan dengan kecakapan dan sunbangannya dalam mengusahakan tujuan
kelompok, termasuk penegasan struktur kelompok, lambat laun tercipta
harapan-harapan yang timbal balik antaranggota.
II. 2.3 Eksperimen Dinamika Kelompok Sosial
Floyd D.Ruch dalam bukunya,
Psychologi and life, menegaskan bahwa dinamika kelompok atau (group dynamics)
merupakan hasil interaksi yang dinamis diantara individu-individu dalam situasi
social.
1. eksperimen pertama
Untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas mengenai dinamika kelompok, dibawah ini akan diuraikan hasil penelitian
sherip tentang interaksi dalam kelompok dan interaksi antar kelompok.
a. hipotesis eksperimen
eksperimen yang bertujuan
menyelidiki 2 hipotesis berikut ini.
1)
apabila individu-individu manusia
yang tidak berhubungan antara satu dengan yang lain dikumpulkan pada suatu
tempat untuk berinteraksi social dalam kegiata-kegiatan yang menuju ketujuan
yang sama, maka akan terbentuk kelompok social dengan struktur nya yang khas
dimana akan terdapat kedudukan social yang hierarkis dan peran-peran social
tiap-tiap anggota kelompok yang saling berinteraksi social.
2) Apabila dua kelompok telah membuat struktur in-group nya masing-masing, maka akan terbentuk sikap yang negative terhadap kelompok yang menjadi out-group nya dan akan terbentuk streotip prasangka negative terhadap out-group nya.
Kedua hipotesis itu diselidiki kebenarannya oleh sheriff dengan mengadakan eksperimen berikut ini. Eksperimen di lakukan terhadap 24 orang anak lelaki yang berumur 12 tahun. Anak itu tidak saling mengenal dan perbedaan sosoal di antara mereka di hilangkan karena perbedaan itu dapat mempengaruhi jalannya eksperimen.
b. Jalannya eksperimen
eksperimen di rencanakan dalam tiga
fase:
1) fase pertama
Direncana kan anak-anak mengadakan
hubungan persahabatan berdasarkan kegiatan bersama seperti berenang, olah raga,
dst.di harap kan mereka memilih kawan nya sendiri, dalam bermain mereka di beri
kebebasan memilih kawan sepermainan sendiri.ini berjalan selama tiga hari.
2) fase kedua
Setelah tiga hari anak bergaul di
lakukan pemisahan anak-anak dalam dua kelompok, masing-masing terdiri atas 12
orang.dari pemisahan itu di harap kan terbentuk struktur social sendiri pada
masing-masing kelompok sehingga akan terbentuk in-group dan out-group.
3) fase ketiga
Setelah terbentuk dua kelompok yang
khas di rencanakan menimbulkan pergeseran dan konflik social di antara kedua
nya. Di ciptakan situasi-situasi yang memudah kan timbul nya saling menghambat
antara satu dengan yang lain.
c. Hasil eksperimen
hasil eksperimen di peroleh
data-data penelitian sebagai berikut:
1) hasil fase pertama
Seperti yang diharapkan, anak-anak
dalam fase pertama segera mengadakan interaksi dan mencari kawan sendiri.
Terbentuklah secara bebas kelompok-kelompok persahabatan kecil sebagai hasil
dari interaksi timbal-balik kearah tujuan bersama itu.
2) hasil fase kedua
Ternyata persahabatan-persahabatan
yang terjadi pada akhir fase pertama (persahabatan berdasar kan interaksi dan
pemilihan bebas), setelah di pisah kan dan di masuk kan kedalam kedua kelompok
yang lebih besar itu, pada akhir fase kedua tidak ada lagi. Anak-anak sekarang
cenderung dengan kawan-kawan kelompok A dan B.
3) hasil fase ketiga
Kesimpulan eksperimen sebagai
berikut. Hasil eksperimen membuktikan kebenaran hipotesis kedua yang ingin di
selidiki dan keseluruhan eksperimen ini berhasil membuktikan kedua hipotesis,
yaitu bahwa dinamika kelompok akan menghasilkan struktur dan norma kelompok
serta perasaan in-group yang khas, dan bahwa apabila terjadi pergeseran antara
dua kelompok yang sudah mempunyai perasaan in-group masing-masing maka akan
terbentuk sikap negative dan streotop terhadap out-group nya masing-masing.
Telah di simpulkan bahwa untuk mendamai kan dua kelompok yang berkonflik
terdapat cara yang efektif:
- berusaha agar beberapa anggota yang mewakili kedua kelompok itu di satukan dan dipertandingkan dengan suatu kelompok di luar kedua kelompok
2. berusaha anggota kelompok itu
sering bekerja sama.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan :
Manusia
dilahirkan ke dunia seorang diri,tetapi kemudian hidup berkelompok dengan
keluarganya. Manusia tanpa manusia lainnya mungkin akan mati karena tidak mampu
bertahan hidup,karena manusia tidak mempunyai alat-alat fisik yang cukup kuat
untuk mampu hidup sendiri. Dengan akal pikirannya, manusia mampu bertahan hidup
dan mengembangkan kehidupannya di dunia.
Kelompok sosisal
itu mula-mula ruang lingkupnya kecil,tetapi lama-kelamaanmenjadi besar.
Bertambah besarnya suatu kelompok sosial karena disebabkan bertambah besarnya
jumlah anggota dan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Timbulah
kelompok-kelompok kecil yang aktivitasnya dibawah pengaruh kelompok induknya.
Kelompok sosial
bukan merupakan kelompok yang statis. Setiap kelompok sosial selalu mengalami
perkembangan atau perubahan. Perkembangan kelompok sosial itu terjadi melalui dua proses,yakni proses
myang bersifat alami dan proses bersifat disengaja.
III. 2 Saran :
Suatu saat kita
pasti membutuhkan bantuan orang lain. Jika kita tidak bisa dan tidak mau
bergaul Kita sebagai makhluk sosial harus bisa berbaur dengan yang lainnya.
Harus saling membantu karena dengan orang lain,lebih baik mati saja .
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 1992, Sosiologi: Skematika Teori dan Terapan,
Jakarta, Bumi Aksara.
Susanto, Astrid,1985, Pengantar Sosiologi dan Perubahan
Sosial, Bandung Bina Cipta.
www.Artikel.us Multikulturalisme
dan Pendidikan Multikultural.
pa ini materi kelas XI yang awal ?
BalasHapus