BAB
7. POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA
A.
FAKTOR
PENYEBAB KEBERAGAMAN BUDAYA
Keberagaman
budaya lokal merupakan potensi yang besar bagi pembentukan budaya nasional.
Keberagaman budaya lokal inilah yang menybabkan karakteristik budaya nasional
bangsa Indonesia menjadi khas, yang membedakan dengan budaya bangsa-bangsa lain
di dunia.
Indonesia merupakan Negara kepulauan
yang dihuni oleh penduduk yang berasal dari nenek moyang sama, tetapi karena
terpisah oleh lautan yang memutus hubungan mereka, menyebabkan perkembangan
kebudayaan berbeda-beda. Menurut ahli antropologi, terdapat 4 kelompok suku bangsa yang mendiami kepulauan
Indonesia, yaitu Melanisa (Campuran submongoloid dan Wajak),
protoaustronesian(termasuk wajak), polynesia, dan mikronesia.
Kelompok Melanesia terdiri atas
aceh(sumatra utara), Batak(Sumatra tenggara), Minangkabau(Sumatra barat),
Sunda(Jawa barat), Jawa(Jawa tengah dan jawa timur), Madura(Pulau madura),
Bali(Pulau Bali), sasak(Pulau lombok) dan Timor(Pulau timor). Dipulau
kalimantan terdapat suku bangsa dayak. Di pulau sulwesi bagian utara terdapat
suku bangsa minahasa, di bagian tengah suku bangsa toraja, dan di bagian
selatan suku bangsa makasar dan bugis. Suku bangsa ambon (Maluku), dan irian
(Papua) tergolong kelompok polynesia dan proto-austronesia. Kelompok mikronesia terdapat di pulau-pulau kecil ada
perbatasan wilayah timur Indonesia.
1. Keberagaman suku bangsa
Manusia penghuni
pertama yang hidup di kepulauan Indonesia sudah ada sejak 500 ribu tahun lalu.
Manusia purba indonesia itu dinamakan pithecanthropus erectus oleh eugene
dubois yang menemukan fosil tersebut di beberapa tempat di sekitar sungai
bengawan solo fosil manusia purba lainnya ditemukan pada taun 1891 dan 1892 di
desa trinil, dinamakan homowajakensis, karena ditemukan di daerah wajak.
Homowajakenisis mirip dengan manusia Astro Melanisoid yang telah menjelajah ke
arah barat(Sumatra) dan timur(Papua).
Menurut ahli sejarah,
pada masa antara 3000-500SM bumi Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran
Submongoloid dari asia yang dikemudian hari menikah dengan penduduk
hindigenous. Pada masa 1000SM, pernikahan silang masinh terjadi dengan penduduk
migran Indo-Arian dari asia-selatan, Subkontinen india. Gelombang masuknya
pendatang dari india yang berlangsung hingga abad ke-7M, telah membawa dan
menyebarkan agama dan kebudayaan hindu
dan budha ke indonesia. Para pedagang muslim dari gujarat(India) juga datang ke
indonesia sekitar abad ke-13M. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama dan
budaya islam.
Pada tahun 1511
bangasa portugis tiba di kepulauan indonesia kedatangan mereka berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat eropa terhadap rempah-rempah. Kedatangan bangsa portugis
kemudian diikuti oleh pedagang spanyol, belanda dan inggris. Selain mencari
rempah-rempah, mereka mempropagandakan agama kristen. Belanda berhasil
menjalankan politik monopoli terhadap rempah-rempah di nusantara hal itu
merupakan awal dari 350 tahun kolonialisme belanda di Indonesia.
Sejak jaman dahulu di
Indonesia telah ada masyarakat pesisir yang beragam tradisi budayanya.
Masing-masing kelompok terikat oleh rasa solidaritas dan identitas terhadap
akar tanah air bahasa, seni, budaya, dan kesamaannya lainnya. Ada sekitar 360
suku bangsa di indonesia yang hidup tersebar dari sabang(Batas paling ujung di
sumatra sampai merauke di papua. Komunitas jawa merupakan jumlah tersebar dari
kota penduduk indonesia diikuti oleh suku bangsa sunda, madura,
minangkabau,bugis, batak, bali, ambon, dayak, sasak,aceh,asmat dan lain-lain.
Wilayah indonesia timur yang meliputi irian jaya (papua) dan papua nugini
digolongkan menjadi satu dengan kebudayaan penduduk melanesia dan dipelajari
secara mendalam oleh ahli antropologi
jurusan melanesia atau oceania. Selain memfokuskan perhatian kepada
masyarakat indonesia, seorang ahli antropologi harus pula mengetahui secara
mendalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan di wilayah negara negara tetangga,
seperti malaysia, brunei, filipina dan papua nugini.
Klasifikasi aneka
warna suku bangsa di kepulauan indonesia biasanya masih berdasarkan pada sistem
lingkaran hukum adat. Sistem klasifikasi ini mula-mula di susun oleh Van
Vollenhoven yang membagi indonesia ke dalam 19 daerah suku bangsa berdasarkan
suku bangsa, yaitu sebagai berikut
1. Aceh
2. Gayo-alas dan batak
2a. Nias dan batu
3. Minagkabau
3a. Mentawai
4. Sumatra selatan
5. Melayu
6. Bangka dan belitung
7. Kalimantan
8. Minahasa
8a. Sangir-talaud
9. Gorontalo
10. Toraja
11. Sulawesi selatan
12. Ternate
13. Ambon(maluku)
13a. Kepulauan barat daya
14. Irian
15. Timor
16. Bali dan lombok
17. Jawa tengah dan jawa timur
18. Surakarta dan yogyakarta
19. Jawa barat
2. Keberagaman bahasa dan dialek
Di
negara kita ada sekitar 250 bahasa dan dialek yang dikelompokan berdasarkan
kelompok suku bangsa yang hidup tersebar di nusantara bahasa lokal atau bahasa
daerah yang utama di indonesia antara lain, bahasa aceh, batak, sunda, betawi,
jawa, sasak, dayak,minahasa, toraja, bugis, ambon, irian, dan bahasa-bahasa
daerah lainnya diantara bahasa bahasa daerah tersebut terdapat ragam dialek
yang berbeda-beda.
Bahasa
nasional indonesia diperkenalkan secara resmi sejak kemerdekaan indonesia dan
diberi nama bahasa indonesia. Leksikon dan struktur Bahasa indonesia berasal
dari bahasa melayu yang diperkaya oleh bahasa bahasa daerah nusantara. Walaupun
bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan, tetapi bahasa daerah tetap dipelihara
dan dikembangkan. Pada bulan agustus 1973, Indonesia dan Malaysia
menandatangani kesepakatan pembakuan ejaan bahasa persatuan di Malaysia dan
bahasa Indonesia di Indonesia yang keduanya memiliki kemiripan.
3. Keberagaman agama/kepercayaan
Salah
satu karakteristik masyarakat indonesia ialah penghargaan yang tinggi terhadap
kehidupan beragama dan kepercayaan kepada tuhan yang maha esa. Di indonesia
terdapat 5 agama yang secara resmi diakui, yaitu islam, katolik, protestan,
hindu dan budha selain 5 agama tadi, keyakinan atau keparcayaan lain juga
dihargai terutama yang berkembang dalam kelompok masyarakat terisolir yang
dinamakan kepercayaan tradisional.
Kerukunan hidup beragama sejak zaman
kerajaan mataram kuno telah terbina cukup baik sampai sekarangpun umat beragam
di Inodnesia hidup rukun secara damai dan berdampingan. Hal itu disebabkan
bangsa Indonesia memiliki semangat
toleransi yang cukup tinggi dalam kehidupan beragama. Selain itu,
kebebasan beragama dan beribadah kepada tuhan yang maha esa telah dijamin oleh
UUD1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agama
dan kepercayaannya”
4. Keberagamaan seni dan budaya
Bangsa
indonesia dikenal sangat kaya akan seni dan budayanya seperti seni satra, seni
tari, seni ukir,seni drama dan lain lain. Tarian dan drama di jawa dan bali
merupakan perpaduan dari mitologi asli dan pengaruh hindu-budha. Hal itu
tercermin dari hiasan dan gaya dalam gerakan dan kostum yang dipakai. demikian
pulakerajinan tangan, masyarakat indonesia dikenal terampil yang tercermin dari
variasi, bentuk, dan modelnya. Batik merupakan pakaian hasil celupan dan ukiran
lilin yang khas buatan masyarakat jawa. Daerah lainnya memproduksi kain dengan
menggunakan anyaman tangan yang dipadu dengan emas dan perak pada kain katun
dengan desain yang unik, seperti di lampung, palembang, makasar dan ntb.
Keberagaman
seni dan budaya tercermin pula pada macam macam seni sastra (prosa dan puisi),
seni rupa dan seni pertunjukan. Masing masing cabang kesenian tersebut pada
setiap daerah dan suku bangsa berbeda-beda sifat, jenis dan bentuknya.
Keberagaman seni dan budaya tersebut
tentu saja memperkaya khazanah kebudayaan nasional Indonesia
B.
Keberagaman
budaya manfaatnya
Apakah yang kita maksudkan dengan
“Budaya” dana keberagaman budaya?untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, banyak cara yang
dapat ditempuh. Kita dapat mencari jawaban berdarakan etimologi. Cara ini
menarik secara akademik, tetapi mungkin terlalu steril sebagai medium analisi
dalam terapan empirikal. Keberagaman budaya banyak manfaatnya, antara lain
sebagai modal dasar kekuatan dalam membangun bangsa indonesia menuju bangsa
yang modern.
Cara lain ialah memperbandingkan
berbagai definisi yang dapat dipandang terkemuka dalam literatur. Cara ini akan
membutuhkan uraian panjang lebar karena biasanya perlu diperjelas dengan
tafsiran konseptual dan kontekstual. Mungkin juga kita lakukan peendekatan
komperatif antara suatu teori dengan lainnya. Cara ini jelas dapat memperkaya
wawasan tentang kebudayaan tetapi keunggulan suatu teori berkenaan dengan
sesuatu gejala budaya tidak selalu berarti keunggulan teori itu secara
menyeluruh. Setiap teori bisa saja memiliki keunggulan dalam satu dan lain hal
sehingga konvergensi antar teori mungkin saja digunakan dalam usaha memhami
berbagai manivestasi budaya
Berdasarkan uraian di atas dapat
disumpulkan bahwa kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat
pendukungnya berupa nilai-nilai (Kebenaran, Keindahan, Keadilan, Kemanusiaan
kebajikan dan sebagainya), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilai nilai
tersebut melalui perwujudan norma norma yang selanjutnya dijadikan tolak ukur
bagi kepantasan perilaku warga masyarakat. Nilai keadilan diwujudkan melalui
hukum dan sistem peradilan; Nilai keindahan dijabarkan melalui berbagai norma
artistik; Nilai kesusilaan dinyatakan melalui berbagai tata krama, nilai
religius diungkapkan melalui berbagai norma agam dan begitu seterusnya.
Singkatnya, penjabaran nilai budaya menjadi norma peradaban dapat dipandang
sebagai pengalihan dari sesuatu transenden menjadi sesuatu yang immanen.
Terjalinnya kesadaran transendensi dan immanensi inilah yang menjadikan
dinamika sejarah kemanusiaan sebagai kaleeidoskop perkembangan kebudayaan dan
peradaban manusia.
Pasang-surutnya kebudayaan sepanjang
sejarah kemanusiaan, nyata sekali ditentukan oleh sejauh mana kebudayaan itu
masih berlanjut sebagai kerangka acuan untuk dijabarkan melalui sesuatu tatanan
normatif. Misalnya, kebudayaan Pharaonik yang berlaku dalam masyarakat mesir
kuno surut seiring dengan kian memudarnya kebudayaan itu sebagai acuan untuk
penjabaran norma norma perilaku bagi masyarakat mesir sekarang. Tapi juga dalam
era kontemporer ini suatu kebudayaan sebagai sistem nilai dapat dengan suatu
rekayasa didesak oleh sistem nilai baru, sehingga kebudayaan yang lama
kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan norma norma perilaku.
Misalnya, “Revolusi kebudayaan” yang
secara berencana dilancarkan di RRC pada pertengahan tahun 60-an ; perubahan
serupapun terjadi tatkala partai komunis rusia berhasil menggulingkan
kekaisaran di rusia dan memperkenalkan nilai nilai baru sebagai acuan bagi
norma perilaku baru yang ideal bagi suatu masyarakat komunis. Perhatikan pula
perubahan yang terjadi di turki, ketika Kemal Ateteaturk melancarkan moderenisasi (yang
diartikan sebagai “ westerenisasi” ). Kesemuanya menunjukan bahwa kebudayaan
adalah suatu pengejawantahan yang hidup selama ada masyrakat pendukungnya ; hal
ini berlaku baik bagi kebudayaan yang surut oleh perubahan zaman maupun yang kehadirannya dipaksakan untuk
mendesak kebudayaan lama.
Dalam sejarah kemanusiaan banyak
contoh yang menunjukan bahwa timbul-tenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi
oleh apa yang terjadi dalam pertemuan antar budaya yaitu sejauh mana satu
diantara pihak yang saling bertemu kuarng atau tidak lagi memiliki ketahanan
budaya ( kultural resilience ). Kebudayaan sebagai suatu daya yang sekaligus
tersimpan ( Latent) dan nyata ( aktual ). Demikianlah kebudayaan mengandung 2
daya sekalgus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestarikan dan daya yang
cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah setiap
masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahannkannya
agar lestari dan daya lainnya menariknya untuk maju; Satu daya dengan
kecenderungan preservatif dan satunya
lagi dengan kecenderungan progresif.
Dalam kondisi demikian itulah
pertemuan antar budaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya
tersebut sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat
terpantul seberapa tinggi derajat
kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing masing pihak yang saling bertemu.
Tangguh atau rapuhnya ketahan budaya biasanya disebabkan menurunnya kesadarab
masyarakat bersangkutan terhadapa kebudayaannya sebagai pengukuh jati diri
bangsanya semakin rendah derajat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya,
makin kuat pula budaya asing yang menerpanya dan berpengaruh dominan terhadap
masyarakt itu.
TIK dalam era globalisasi ini
merupakan pendukung utama bagi terselenggaranya pertemuan antar budaya dengan
dukungan teknologi modern informasi dalam bentuk dan untuk berbagai kepentingan
dapat disebarluaskan begitu rupa, sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi cara
pandang dan gaya hidup kita. Kesegeraan dan keserempakan arus informasi yang
dengan derasnya menerpa kita, seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada
kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis.
Perlu dicatat bahwa dalam pertemuan
antar budaya, mengalirnya arus informasi itu tidak senantiasa terjadi secara
2-arah; dominasi cenderung terjadi dari pihak yang memiliki dukungan teknologi
lebih maju terhadap pihak yang lebih terbelakang. Makin canggih dukungan tersebut,
makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak
global. Kalau dewasa ini dianut asas” kebebasan arus informasi “ (free flow of
information), maka yang sesungguhnya terjadi.
Bukanlah ‘pertukaran
informasi’ (exchange of information) berupa proses dua-arah yang cukup
berimbang, melainkan dominasi arus informasi dan pihak yang didukung oleh
kesanggupan merentangkan sistem informasi dan jangkauan global. Dengan
jangkauan sedemikian itu, maka pihak yang lebih ungul dalam menguasai teknologi
informasi dan komunikasi niscaya lebih berkesanggupan untuk membiasakan
pengaruhnya secara global.
Gejala tersebut nyata berpengaruh
atas terbentuknya sikap mental dan kultural pada pihak yang diterap (expose)
oleh pihak yang menerapkannya (impose) dengan arus informasi. Dengan demikian,
tidak mustahil kemajuan masyarakat yang diterpa cenderung diukur dengan
memperbandingkan hal-ihwal yang diperkenalkan melalui informasi dari pihak yang
menerpa. Kecenderungan ini ada kalanya dianggap sebagai bagian dan upaya
‘moderenisasi’, dan diterima dengan alasan ‘mengikuti kecenderungan global’,
sikap yang naif ini antara lain juga ditandai oleh kecenderungan glonifikasi
terhadap pihak yang diunggulkan sebagai sumber informasi global dan tampil
sebagai penentu kecemderumgam (trend-setter) dalam pembentukan sikap mental dan
kultural serta gaya hidup baru.
Sebagai konsekuensinya, dalam
pertemuan antarbudaya global terjadi dominasi pengaruh budaya barat terhadap
budaya timur, polarisasi ‘barat-timur’ ini merupakan kelanjutan dari masa
sejarah yang ditandai oleh ‘barat’ sebagai pangkalan kekuatan koloni dan
‘timur’ sebagai sasaran kolonisasi walaupun ada alasan untuk menggunakan
polarisasi ‘barat-timur’ dalam kaitan dengan dikotomi ‘modern-tradisional’, namun
dalam tinjauan yang lebih menyeluruh polarisasi tersebut merupakan simplikasi
yang sangat umum dan cenderung diasosiasikan dengan polarisasi ‘eropa-asia’
atau ‘ocident-orient’, atau juga secara lebih umum ‘barat-non barat’, dalam
polarisasi tersebut, ‘barat’ selalu digambarkan sebagai sumber pengaruh yang
berdampak dominan terhadap ‘timur’, apalagi dikaitkan dengan pengertian
‘moderenisasi’ dan ‘industrialisasi’. Yang terjadi dalam polarisasi demikian
itu bukanlah pertukaran pengaruh sebagai proses dua-arah.
C. BEBERAPA CONTOH
BUDAYA LOKAL ATAU DAERAH
Deskripsi
etnografi tentang budaya lokal suatu bangsa, biasanya mencakup : kondisi alam,
mata pencaharian, kepercayaan, bahasa dan kesenian.
1. Suku bangsa Batak
Suku bangsa Batak
sebagian besar mendiami pegunungan Sumatera Utara. Wilayah tempat tinggal suku
bangsa Batak beriklim musim. Tanah-tanah datar diantara daerah pegunungan
dengan daerah pantai sangat subur untuk lahan pertanian. Akan tetapi
daerah-daerah pegunugan yang terdiri
atas padang rumput kurang subur. Bagi yang kurang ulet, mereka pergi merantau
ke daerah lain di nusantara, teruatama ke ibukota Jakarta. Oleh karena itu,
orang-orang batak dikenal sebagai suku bangsa perantau.
a. Sistem religi/kepercayaan
Kehidupan masyarakat Batak dipengaruhi oleh
beberapa agama, seperti islam, kristen, katholik, hindu dan budhha. Agama
kristen dan islam sejak abad 19 telah masuk dan mempengaruhi masyarakat batak.
Agama islam disiarkan oleh orang-orang minangkabau pada tahun 1810. Agama
kristen disiarkan ke daerah Toba dan Simalungun oleh organisasi penyiar agama
dari Jerman pada tahun 1863 dan ke daerah karo oleh orang-orang Belanda.
Walaupun
sebagian besar suku bangsa batak beragama kristen dan islam tetapi banyak
konsep yang berasal dari agama aslinya yang masih hidup, terutama penduduk di
pedesaan terpencil.
Orang-orang
batak mempunyai kepercayaan bahwa alam semesta diciptakan oleh debata (ompung)
mulajadi na bolon (debata kaci-kaci) dalam bahasa karo. Debata mulajadi na
bolon tinggal di langit sebagai maha pencipta, penguasa dunia tengah. Ia
tinggal di dunia dengan menggunakan nama silaon na bolon(toba) atau tuan
padukah ni aji (karo).
Menurut
kepercayaan nenek moyangnya, orang-orang batak mengenal tiga konsep jiwa atau
roh, yaitu tondi, sahala, dan begu. Tondi adalah jiwa atau roh orang itu
sendiri yang merupakan kekuatannya. Sahala adalah kekuatan yang dimiliki
seseorang. Tidak semua orang memiliki sahala dan kualitasnya pun berbeda beda.
Sahala seorang raja, datuk atau pimpinan lebih kuat dari pada yang dimiliki
orang biasa. Tondi merupakan kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon
manusia), sedangkan sahala menentukan wujud dan jalan orang itu didalam
kehidupan selanjutnya.
Sahala
dan tondi dapat berkurang dan bertambah kekuatannya. Tondi dapat pergi
meninggalkan badan. Apakah orang tadi akan menjadi sakit, bila untuk seterusnya
orang itu akan mati.
Orang
batak juga percaya pada makhluk halus lainnya, yang dinamakan umang dan jangak.
Kedua jenis makhluk halus ini dianggap suka menolong manusia dan tinggal
didalam gua-gua atau ditebing-tebing sungai yang curam. Prang batak juga
percaya pada kekuatan sakti dan jimat, tongkat maksiat, dan mantra-mantra yang
dianggap mengandung kekuatan sakti. Semua kekuatan sakti itu, menurut
kitab-kitab ilmu gaib orang batak, berasal dari pemberian si raja batak.
b. Sistem kekerabatan
Suku bangsa batak mengandung sistem
kekerabatan patrilineal, yaitu mengikuti garis keturunan dari pihak bapa atau
laiki-laki. Hubungan keturunan berdasarkan satu ayah dinamakan sada bapa pada
orang karo dan saama pada orang toba. Hubungan keturunan berdasarkan satu kakek
atau satu nenek moyang yang jauh disebut sada nini pada orang karo dan disebut
saomapu pada orang toba. Orang-orang batak toba, mendaili, dan angkola pada
umumnya dapat menunjukan hubungan kekerabatan sampai duapuluh generasi ke atas.
Kelompok kekerabatan yang terkecil yaitu keluarga batih, yang pada orang karo
disebut jabu dan pada orang toba disebut ripe.
Keluarga
sada nini (saomapu) merupakan plan kecil kelompok kekerabatan yang besar,
disebut merga (karo) dan marga (toba).
Selain
itu pada orang toba marga dapat berarti gabungan plan (fratri) seperti fratri
lontung. Pada orang toba istilah marga menunjukan nama dan nenek moyangnya.
Dalam kehidupan masyarakat batak, terdapat hubungan yang mantap antara kelompok
kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat dari suami adik
perempuannya.
Perkawinan
pada orang batak merupakan pranata yang mengikat kedua belah pihak baik
laki-laki maupun perempuan. Menurut tradisi, seorang laki-laki batak tidak
bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan yang ideal, yakni perkawinan antara
orang-orang rimpal (marpariban) dalam bahasa toba yitu antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan saudara laki-laki ibunya.
Keluarga
orang batak bersifat monogami walaupun hukum adat batak yang berlaku
dipengadilan batak tidak melarang poligami. Rupanya ajaran kristen menghambat
orang batak untuk melarang poligami. Kemandulan dari si istri merupakan alasan
yang lazim untuk melakukan poligami. Satu syarat yang penting dalam perkawinan
orang batak bahwa si istri harus mampu bergaul baik dengan semua kerabat pihak
suaminya. Hubungan tidak baik dengan suatu atau beberapa jabu dari kerabat
suami dapat menimbulkan suatu perceraian. Faktor penyebab terjadinya poligami
selain dari perceraian ialah tidak mempunyai keturunan, istri menyeleweng, atau
istri meninggal.
c. Kesenian
Keberagaman kesenian
suku bangsa batak tercermin dari rumah adat, motif-motif batik, adat upacara
kematian, pakaian adat, lagu-lagu dan tarian daerah. Seni bangunan tradisional
orang batak terdiri atas lima macam berikut ini :
1) Balai batu, yaitu bangunan pintu gerbang
untuk menjaga perkampungan dan tempat tidur bagi para penjaga lingkungan.
2) Rumah bolon adat, bangunan rumah untuk sang raja.
3) Balai bolon adat, bangunan tempat kantor
pengadi;an yang diselenggarakan oleh raja.
4) Jambur, bangunan tempat menyimpan padi.
5) Pantangan, bangunan tempat menenun.
a. Sistem
religi/ kepercayaan
Masyarakat
Sunda sebagian besar memeluk agama Islam. Orang-orang Sunda dikenal cukup taat
dalam menjalankan ajaran agama Islam, seperti giat melakukan shalat lima waktu,
puasa, zakat fitrah, ibadah haji, dan kewajiban lainnya. Namun di daerah-dareah
pedesaan masih ada orang-orang Sunda yang percaya pada hal-hal yang bersifat
gaib dan tahayul, seperti mempercayai makhluk halus, jin, setan, benda-benda
pusaka, dan sebagainnya. Dalam mitologi Sunda, banyak unsur budaya yang bukan
berasal dari ajaran Islam. Orang Sunda mengenal dongeng yang erat hubungannya
dengan tanaman padi, seperti kisah tentang Dewi
Sri, atau Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Menurut legenda ini, asal-usul padi berasal dari Dewi Sri, seorang putri raja yang ditenung. Konon Dewi Sri, karena
melanggar aturan, mendapat kutukan dari Tuhan atau dewa, kemudian menjelma
menjadi tumbuhan padi. Namun sekarang ini, orang Sunda banyak yang tidak lagi
mempercayai hal-hal yang bersifat tahayul, karena itu dianggap bertentangan
dengan ajaran agama Islam.
Pada
masyarakat Sunda dikenal macam-macam upacara keagamaan, seperti upacara
memperingati Maulid Nabi, Idul Fitri, Idul Adha, selametan kelahiran anak,
selametan kematian (tahlilan), sunatan, pernikahan, selametan pendirian rumah,
dan sebagainya. Hidangan upacara selamatan berupa nasi tumpeng dengan
lauk-pauknya dan makanan ringan. Daging ayam atau ikan terdapat di dalam nasi
tumpeng. Ketika mengikuti upacara selamatan orang tidak berani banyak bicara,
tetapi khusu derdoa mengikuti pemimpin upacara, yaitu ustadz atau orang yang ahli dalam agama Islam. Orang yang telah
selesai memimpin jalannya upacara biasanya dikirim nasi tumpeng beserta
lauk-pauk dan makanan lainnya. Bahkan, ada pula yang memberikan uang saku
sebatas kerelaan dan kemampuan orang yang mempunyai hajatan.
Sampai
sekarang masih banyak orang Sunda yang berkunjung ke tempat-tempat yang
dianggap keramat atau pemakaman tokoh-tokoh yang dianggap sakti dan berjasa
dalam bidang agama dan kemasyarakatan. Tujuan ziarah kubur adalah menyampaikan
doa, permohonan, atau minta restu sebelum mereka melakukan suatu kegiatan,
usaha, atau perlawatan.daerah-daerah di Jawa Barat yang sering di jadikan
tempat ziarah, antara lain Garut, Sumedang, Cirebon, Banten, Bogor, dan
Sukabumi. Sebab, di daerah-daerah tersebut banyak terdapat makam orang-orang
dahulu yang diyakini memiliki kesaktian, keunggulan budi-pekerti, atau berjasa
dalam penyiaran agama Islam. Apalagi pada bulan maulid, orang-orang sunda
banyak yang berkunjung ke makam leluhurnya, seperti ke daerah Cirebon. Sampai
sekarang masih ada orang-orang sunda yang percaya pada benda-benda keramat,
seperti kris pusaka, pedang tua, batu cincin, jimat asihan, dan sejenisnya.
Dengan memiliki benda-benda tersebut, orang Sunda merasa hidupnya menjadi aman
karena terjaga dari kemungkinan hal-hal yang bersifat jahat, seperti gangguan
setan, santet, guna-guna, pelet, dan sebagainya.
b. Sistem
kekerabatan
Sistem
kekerabatan suku bangsa Sunda ialah parental,
yaitu mengikuti garis keturunan dari kedua orang tua (ayah dan ibu). Semua
anggota keluarga, baik dari pihak laki-laki (ayah) maupun perempuan (ibu) yang
masih memiliki pertalian darah dan keturunan termasuk kedalam keluarga atau
kerabat. Pada masyarakat Sunda, bentuk keluarga yang terpenting ialah keluarga batih,yang terdiri atas ayah,
ibu, dan anak-anak. Hubungan sosial diantara anggota keluarga batih sangat
erat, bersifat kekeluargaan, dan tolong-menolong. Di dalam keluarga batih terdapat pula anggota keluarga lain, seperti bapak
atau ibu mertua, keponakan, atau pembantu rumah tangga. Hal itu menyebabkan
jumlah keluarga batih menjadi besar. Apabila suami sebagai kepala keluarga
melakukan poligami, maka keluarga itu menjadi bertambah besar, disebut keluarga-luas. Hal itu disebabkan
laki-laki sunda banyak yang melakukan poligami (beristri lebih dari satu).
Selain
keluarga batih, pada masyarakat Sunda dikenal kelompok kekerabatan yang
dinamakan golongan keluarga. Golongan
keluarga ini dalam ilmu antropologi disebut kindred.
Selain itu, pada masyarakat Sunda ada kelompok kekerabatan berupa ambilineal, yang masih tergolong kerabat
di sekitar keluarga batih, tetapi berorientasi ke arah nenek moyang yang jauh
dalam masa lampau. Kelompok kekerabatan ini dinamakan bondoroyot (suatu keturunan dari nenek moyang).
Dua generasi ke atas
dan ke bawah di anggap memiliki hubungan kekerabata fungsional, sedangkan tiga
generasi ke atas dan ke bawah hanya
mempunyau fungsi tradisional. Perjodohan dalam bdaya masyarakat sunda bersifat
bebas dalam memiliki dan menentukan pasangan hidup. Namun, di daerah pedesaan
yang masih kuat kehidupan agamanya, faktor agama dalam memilih jodoh sangat
penting dan menentukan. Moralitas masyarakat sunda dalam perjodohan tercemin
dari peribahasa lamun nyiar jodo kudu sababad, sawaja jeung sebeusi, artinya
mencari jodoh itu harus yang setingkat derajat nya, baik rpa, kekayaan, pangkat
naupun agama atau keturunan.
Tradisi
upacara nyawer dan buka pinta merupakan hal yang prinsip dan sangat di tunggu
tunggu oleh warga masyarakat yang menyaksikan acara pernikahan.
C. KESENIAN
Masyarakat
sunda dikenal eiliki cam – ca kesenin daerah, seperti seni music, seni tari, drama kaligrafi, seni
lukis, dan sebagainya. Sejak dahulu, orng sunda di kenal memilik peradaban yang
cukup tinggi. Hal ini tercermin dari kemajuan yang di capai di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, kesenian, organisasi sosil, bahas, dan lain lain.
D.
SUKU BANGSA JAWA
Suku
bangsa jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur pulau jawa. Di dalam nya
ada daerah daerah yang secara kolektif di sebut kejawen yang meliputi Banyumas,
kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah kebudayaan jawa
secara historis merupakan daerah bekas kerajaan Mataram yang pada tahun 1755
terpecah menjadi 2 bagian yaitu, Yogyakarta dan Surakarta.
Berdasarkan
tingkatan nya terdapat dua macam dialej, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan
bahasa Jawa Krama. Bahasa jawa ngoko
digunakan kepada orang yang di kenal secara akrab, orang lebih muda dan orang
yang lebih tua umur dan sosialisasi.Bahasa jawa Krama di pakai untuk berbicara
dengan orang yang belum di kenal secara akrab, orang yang sebaya dalam usia maupun derajat. Dari kedua
dialek itu, kemudian berkembang bahasa jawa madya yang terdiri atas 3 macam :
Madya ngoko, madya antara, dan madya
karma.
a. Sistem Religi, kepercayaan
suku
bangsa jawa umumnya memeluk agama islam. Sebagian lahi penduduk agama lain.
Penganut agama islam pada masyarakat jawa tengah. Kejawen adalah penganut agama
islam dengan tidak mejalankan semua rukun islam. Orang jawa percaya kepada
kekuatan yang melebihi kekuatan yang pernah di kenal di sebut kesakten.
Upacara
selamatan dalam masyarakat jawa macam macam jenis nya, antara lain :
1. Selamatan dalam rangka lingkaran hidup
seseorang, seperti upacara hamil tujuh bulan, upacara kelahiran, upacara [otong
rambut pertama kali, upacara menyentuh tanah yntuk pertama kali, upacara tusuk
telinga, khitanan, perkawinan, dan kematian.
2. selamatan yang berhubungan dengan bersih
desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen
3. selamatan yang berhubungan dengan hari
hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Idul fitri, Idul adha, dan lain lain
4. selamatan yang berhubungan dengan
peristiwa tertentu, seperti perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak
bahaya.
b. Sistem Kekerabatan
system
kekerabatan masyarakat jawa ialah bilateral. Semua kakak laki laki, kakak
wanita ayah dan ibu beserta istri – istri maupun suami – suami masing – masing
diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah siwa atau tuwa. Dalam adat
perkawinan jawa bahwa dua orang saudara sekandung tidak boleh kawin bila mereka
pancer lanang, yaitu anak dari dari dua bersaudara sekandung laki laki, jika
mereka itu misan. Ngarang walu adalah perkawinan seorang duda dengan seorang
wanita salah satu adik almarhum istrinya, di sebut kawin sosorat. Ngarang wayuh
artinya perkawinan lebih dari seorang istri.
C. kesenian
Kesenian
pada masyarakat jawa sangat beraneka ragam bentuk dan jenisnya. Corak kesenian
masyarakat jawa mencerminkan pengaruh seni budaya luar. Hal itu tampak jelas
dari bentuk seni bangunan, ukir ukiran, seni lukis, seni musikm seni tari dan
sebagainya. Orang jawa memiliki sejumlah pakaian adat seperti pakaian adat
solo, pakaian ada Yogyakarta, dan pakaian adat Surakarta. Bnetuk rumah – rumah
di jawa berbeda beda.
5. Suku bangsa Bali
Suku
bangsa bali di kenal memiliki kebudayaan yang khas. Hal itu tercermin dari
bahasa, kesenian, kekerabatan, dan system religiusnya. Perbedaan pengaruh
budaya hindu – jawa di daerah bali pada zaman maja[ahit dahulu, menyebabkan
terbentuknya dua golongan masyarakat, yaitu bali-alga dan bali-majapahit.
Bali-alga kurang begitu di pengaruhi oleh kebudayaan Hindu-jawa. Sebaliknya,
Bali majapahit sangat di pengaruhi oleh kebudayaan hindu-budha.
Bahasa
bali tidak jauh berbeda dengan bahasa daerah nusantara lainnya. Peninggalan
budaya berupa prasasti dari zaman Hindu menunjukkan adanya bahasa bali kuno
yang agak berbeda dengan bahasa bali sekarang. Bahasa bali kuno banyak
mengandung unsure unsure bahasa sansekerta,, kemudian terpengaruh bahasa jawa
kuno dari zaman majapahit.
a. system religi/kepercayaan
suku
bangsa bali umumnya menganut agama Hindu – Bali, tetapi ada pula yang menganut
agama islam, Kristen atau budha. Penganut agama islam mendiami daerah pinggiran
pantai dan di beberapa kota, seperti di karangasem. Klungkung, dan denpasar.
Penganut agama Kristen terdapat di denpasar, jembrana, dan singaraja. Ajaran
agama Hindu – bali mengandung unsure unsur asli kebudayaan bali yang telah lama
berkembang. Orang bali percaya pada konsep satu Tuhan dalam bentuk Trimurti,
yaitu Brahma, Syiwa, dan Wisnu
pula yang mempercayai
adanya dewa dan roh yang lebih rendah dari Trimurti.Dalam ajaran Hindu , Bali
terdapat hal– hal yang dianggap penting, seperti roh abadi (atman), buah dari
setiap perbuatan (karmapala) , kelahiran kembali (purnabawa), dan kebebasan
jiwa dari lingkaran kelahiran kembali (moksa). Semua ajaran itu tercantum dalam
kitab suci yang di sebut Weda .
Buku – buku kuno mengenai ajaran
Hindu-Bali banyak yang terbuat dari daun lontar yang menggunakan bahasa Bali.
Buku kuno itu berisi tenteng pelaksanaan agama, kumpulan mantra , peraturan
hidup , epos Mahabarata dan Ramayana , keterangan mistik dan sebagainya. Bahasa
yang digunakan dalam naskah – naskah kuno ialah bahasa Jawa kuno dan bahasa
Sanskerta. Tempat ibadah agama hindu-bali dinamakan pura , berupa komplek
bangunan suci dengan sifat yang berbeda-beda. Ada yang bersifat umum yakni
untuk semua golongan , seperti pura Besakh ; ada yang bersifat khusus seperti
Pura Subak dan Pura Seka; ada pula yang bersifat sebagai tempat pemujaan
leluhur dari klan-klan besar . Di Bali ada berates-ratus pura yang masing
masing mempunyai hari perayaan sesuai dengan penanggalan .Ada dua jenis
penanggalan yang berlaku di Bali , yaitu penanggalan Hindu-Bali dan penanggalan
Jawa-Bali .
Orang Bali mengenal beragam upacara
keagamaan (pancayadnya), yaitu sebagai berikut :
1.
Manusia
yadnya, yaitu upacara siklus hidup manusia dari kecil sampai dewasa.
2.
Olitra
yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada arwah para leluhur , seperti
upacara kematian dan upacara penyucian arwah leluhur .
3.
Dewa
yadnya, yaitu upacara di kuil-kuil umum dan keluarga .
4.
Resi
yadnya, yaitu pentahbisan pendeta(mediksa).
5.
Buta
yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada kala dan buta (roh-roh yang dapat
menggangu)
Upacara
keagamaan (pancayanya) di pimpin oleh seorang pendeta yang telahdi sahkan ,
disebut sulinggih. Mereka ini disebut
juga dengan istilah-istilah khusus, seperti pendanda untuk pendeta dari kasta Brahmana atau resi
untuk pendeta kasta Ksatria . Para pendeta itu sangat berpengaruh dan dianggap
sakti oleh masyarakat Hindu-bali karena keluasan ilmu agamanya .
b. Sistem
kekerabatan
Sistem
kekerabatan dan perkawinan masyarakat Bali dipengaruhi oleh system klan dan
kasta. Perkawinan di Bali harus dilakukan di antara satu kalan dan skasta.
Perkawinan adat Bali bersifat endogamy klan . perkawinan yang diinginkan oleh
masyarakat Bali yang berwatak kolot , yaitu prwakilan di antara anak-anak dari
dua orang saudara laki-laki , orang-orang satu klan , atau orang orang yag
setingkat kedudukannya dalam adat , ,agama dan khasta. Perempuan dari kasta
yang tinggi dilarang kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya .
apabila hal itu terjadi , maka dianggap akan membawa malu bagi keluarga si
perempuan . Secara fisik , suami-istri tadi akan dihukum buang(maselong) untuk
beberapa waktu ke tempat yang jauh dari asalnya. Namun sejak tahun 1951 tradisi
tersebut sudah tidak lagi digunakan , sehingga perkawinan campuran antar kasta
banyak terjadi di Bali.
Bentuk
perkawinan yang dianggap pantang , yaitu perkawinan campuran bertukar antar
saudara perempuen dengan saudara laki laki (makedengannged), karena dianggap
dapat menimbylkan bencana. Pada umumnya pria pria bali memperoleh istri denag
dua cara , yaitu cara meminang dan cara melarikan seorang gadis. Pada
masyarakat Bali , poligami diperbolehkan sehingga terbentuk keluarga-batih yang
baersifat poligami. Rumah tangga di Bali umumnya bersifat monogamy. Salah
seorang dari anak laki laki laki laki biasanya tinggal bersama orang tuannya.
Setia kelurga-batih harus memelihara hubungan baik dengan kerabat yang luas ,
yaitu klan (tunggal dadia). Mereka kemudian mendirikan tempat pemujaan bersama
(kuil) untuk memelihara arwah leluhurmya , sehingga hubungan kekerabatan pada masyarakat
Bali terjalin harmonis .
c. Kesenian
Masyarakat
Bali dikenal memiliki keanekaragaman seni-budaya yang tampak dari seni arsitek
ukiran lukisan, seni tari, dan seni kerajinan. Kehidupan keagamaan dan adat
istiadat yang khas mendorong berkembangnya seni budaya Bali. Industri
pariwisata yang berkembang sangat pesat mendorong masyarakat Bali giat
menciptakan berbagai macam kresi seni untuk dijual kepada para wisatawan yang
berkunjung kesana. Tarian Bali misalnya, menjadi sangat terkenal berkat keindahan
lenggak-lenggok dan iringan musiknya yang khas.
6.
Suku
bangsa Dayak
Suku bangsa dayak mendiani
daerah Kalimantan Tengah , yang merupakan penduduk asli daerah itu. Namun,
dewasa ini penduduk yang mendiami Kalimantan Tengah banyak suku yang berasal
dari luar, seperti orang orang Jawa, Banjar , Bugis , Madura, Makasar , Melayu
, Cina , dan lain lain. Dari sekian banyak suku bangsa dayak di Kalimantan
Tengah , hanya akan dibicarakan tiga suku bangsa , yaitu Ngaju , Ot-Danum dan
Ma’anyan.
Suku ngaju bertempat tinggal
di sepanjang sungai-sungai besar di Kalimantan Tengah , seperti Kpuan , Khayan
dan hulu sungai malwai. Di derah , aliran sungai suku bangsa ngaju tinggal di
sebelah hilirnya, sedangkan suku bagsa Ot-Danum di daerah hulunya. Desa-dsa
Ot-Danum lebih bersifat ekslusif , sedangkan desa desa Ngaju bersifat terbuka
dan banyak di datangi penduduk dari luar. Suku bangsa Ma’anyan hidup tersebar
di kabupaten Barito Selatan , seperti Patai , Telang , Karau, dan dayu. Menurut
ahli antropologi , ketiga suku bangsa dayak tadi berasal dari keturunan yang
sama. Hal itu tercermin dari bahasa yang mereka gunakan , yang oleh Hudson
disebut keluarga bahasa Barito. Dari ketiga suku bangsa dayak itu , yang paling
maju ialah suku bangsa Ngaju. Dari kalangan mereka banyak orang yang terpelajar
dan memegang kekuasaan dalam pemerintahan di Kalimantan Tengah .
a. Sistem religi / kepercayaan
System religi suku bangsa
Dayak di Kalimantan Tengah tterbagi ke dalam empat golongan , yaitu penganut
agama Islam, Kristen, Katolik dan penganut agama pribumi. Bnerdasarkan data
dari Departemen Agama Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1968, penganut
agama Islam merupakan golongan terbesar. Agama asli dari suku bangsa Dayak
ialah Kaharingan (arti kehidupan ) . dalam mitologi kuno masyarakat dayak, air
kehidupan itulah yang memberi kehidupan kepada manusia . Orang–orang dayak yang
menganut Kharingan mempercayai bahwa alam semesta itu penuh dengan
makhluk-makhluk halus dan roh-roh (Ngaju ganan) yang menempati batu-batu besar,
pohon-pohon besar, hutan belukar, sungai, danau, dan sebagainya. Berdasarkan
tempat tinggalnya, ganan (roh halus) itu mempunyai sebutan sendiri-sendiri dan
ada dua golongan, yaitu roh baik (ngaju sangiang, nayu-nayu) dan roh jahat
(ngaju toloh, kambe). Selain ganan, makhluk halus yang dianggap memiliki peran
penting dalam kehidupan orang Dayak, yaitu roh nenek moyang (ngajua, liau).
Menurut kepercayaan orang
Dayak, jiwa (hamburan) orang mati meninggalkan jasadnya sebagai liau dan
menempati alam tempat tinggal manusia. Liau itu akan kembali kepada dewa
tertinggi yang disebut Ranying.
Namun, prosesnya sangat lama dan melalui macam-macam tantangan dan ujian,
sehingga akhirnya masuk ke dunia roh yang disebut lewu liau. Untuk dapat
berhubungan dengan roh nenek moyang, mereka melakukan upacara ritual, seperti
upacara pemberian sesaji, upacara penyambutan kelahiran anak, upacara membakar
dan mengubur mayat, dan sebaginya. Apabila ada orang Dayak meninggal, maka
mayatnya dikubur dahulu dalam sebuah peti yang terbuat dari kayu (berbentuk
perahu lesung). Kuburan ini bersifat sementara, karena upacara yang terpenting
ialah pembakaran mayat yang dilakukan secara besar-besaran, yang menurut orang
Ngaju disebut tiwah. Pada upacara ini
tulang-belulang terutama tengkorak orang yang telah meninggal pada masa yang
lalu digali dan dipindahkan ke suatu tempat pemakaman yang tetap, sebuah bangunan berukiran indah,
disebut sandung.
Pada orang Ma’anyan, tulang
belulang tadi dibakar dan abunya ditempatkan di tempat pemakaman tetap, yang
disebut tambak.Semua sanak keluarga
dan tetangga datang mengikutikehiatan upacara pembakaran dan penguburan abu
jenazah tersebut. Upacara tersebut dinamakan upacara tiwah yang banyak memerlukan biaya karena dilakukan tujuh-delapan
tahun sekali. Selain makanan dan minuman yang berlimpah, ditampilkan pula
tarian suci dan upacara yang dipimpin oleh ahli agama, disebut balian. Orang-orang Dayak juga mengenal
upacara keagamaan yang bersifat khusus, seperti upacara menanam dan memanen
tanaman, upacara keluarga, upacara mengusir hama tanaman, dan sebagainya.
Upacara ini pun dipimpin oleh seorang balian.
Sekalipun agama pribumi terus berkembang, tetapi hubungan baik dengan pemeluk
agama lain terjalin harmonis dan saling menghargai.
b. Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan suku bangsa
Dayak ialah ambiineal, yaitu
mengikuti garis keturunan dari laki-laki dan perepuan. Pada masa lalu, kelompok
kekerabatan yang terpentingialah keluarga ambilineal kecil. Bentuk keluarga ini
timbul jika terjadi keluarga-luas ultralokal. Keluarga timbul jika sebagian
dari anak-anak laki-laki maupun perempuan setelah menikah tinggal di rumah
orang tuanya, sehingga terbentuklah
keluarga-luas ultralokal. Kelompok kekerabatan yang terpenting bagi orang Dayak ialah keluarga-luas ultralokal. Rumah
tangga ini berlaku sebagai satu kesatuan social dan keagamaan, seperti
bergotong-royong, bekerjasama dan saling menoong. Selain itu, juga sebagai satu
kesatuan rohaniah dalam upacara keagamaan. Setiap rumah tangga Kaharingan mempunyai pantangan terhadap
makanan khusus, yang wajib ditaati oleh anggotanya.
Adat
perkawina dalam masyarakat Dayak ialah perkawinan di antara dua saudara sepupu
yang kekek-kekeknya saudara sekandung , disebut perkawnan hajenan. Selainitu,
yang dianggap baik ialah perkawinan di antara dua orang saudara sepupu yang
ibu-ibunya bersaudara sekandung dan di antara cross-cousin, yaitu anak-anak
saudara laki-laki ibu, atau anak-anak saudara-saudara perempuan ayah.
Perkawinan yang dianggap kurang baik ialah perkawinan antara saudara sepupu
yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung. Pada masyarakat Dayak, hubungan seksual
antara seorang mamak (paman) dengan kemenakan dianggap tercela, sehingga perlu
dilakukan upacara peleburan dosa. Kedua orang yang melanggar tadi diwajibkan
makan dari dulang, tempat makan babi sambil merangkak di hadapan warga sengaja
diundang. Pelanggaran tersebut menurut kepercayaan orang Dayak dapat
menimbulkan bencana tidak hanya pada keluarganya, tetapi juga bagi seluruh
warga desanya.
Orang-orang
Dayak tidak emlarang gadis-gadis mereka menikah dengan lki-laki dari suku bangsa
lain, asalkan pihak laki-laki bersedia bertempat tinggal di keluarga istrinya.
Pergaulan diantara muda-mudi orang Dayak bersifat bebas dalam batas-batas
tertentu. Seorang laki-laki yang berduaan dengan perempuan yang bukan istrinya
di tempat yang istrinya akan didenda (disinger dalam adat Dayak). Seorang
pemuda boleh pergi berduaan dengan seorang gadis asalkan disertai oleh bibi dan
pamannya. Demikian pula seorang laki-laki dewasa boleh bercakap-cakap dengan
istri orang lain asal ada pihak ketiga yang menjadi saksinya. Perkawinan orang
Dayak bersifat monogamy. Adat kaharingan banyak dilakukan oleh laki-laki Dayak
karena biaya untuk membayra ganti rugi bagi istri pertamanya sangat besar dan
memberatkan. Untuk kawin lagi pihak laki-laki lebih memilih menceraikan
istrinya, kemudian kawin lagi dengan perempuan lain. Itulah sebabnya tingkat
perceraian di masyarakat Dayak sangat tinggi.
c. Kesenian
Orang
Dayak dikenal pandai membuat kerajinan tangan berupa anyaman kulit rotan,
seperti tikar, keranjnag, dan topi.
Menganyam merupakan pekerjaan kaum wanita. Hasilnya mereka jula ke pasar. Sejak
dahulu, orang Dayak dikenal pandai membuat kain tenun dari kapas dankulit kayu.
Pakain adat asli laki-laki Dayak disebut ewah (cawat) yang dibuat drai kulit
kayu, sedangkan kaum wanitanya menggunakan kain sarung dan baju yang juga
terbuat dari kulit kayu. Dewasa ini orang Dayak sudah berpakaian lengkap
seperti orang-orrang Indonesia lainnya.
Orang Dayak juga pandai membuat
patung yang di ukir menggunakan tangan. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu
ukiran yang cara pembuatannya masih kasar. Rumah adat orang Dayak itu
dinamaakan Rumah panjang. Alat-alat
kesenian yang di gemari Orang Dayak terbuat dari bambudan kayu yang dapat di
pukul nyaring. Alat-alat musik ini dimainkan ketika di adakab pesta tarian dan
musik. Tarian Orang Dayak banyak jenisnya, antara lain tari balean dades, tari tambun dan tari bungai.
7. Suku Bangsa Bugis Dan Makasar
Daerah
kebudayaan suku bangsa Bugis-Makasar meliputi daerah Provinsi Sulawesi Selatan
(23 kabupaten). Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas 4 suku bangsa, yaitu
Bugis, Makassar, Toraja,dan Mandar. Penduduk Bugis sekitar 3 ½ juta orang
mendiami daerah Kabupaten Sinjal Bulukumba, Bone, Soppeng, Wajo, Didenreng
Rampang, Pinreng, Polewali-Mamasa, Enrekeng, Lawu, Pare-pare, Barru,
Pangkajenan, dan Maros. Orang-orang makasssar yang berjumlah sekitar 1 ½ juta
orang bertempat tinggal di beberapa kabupaten yaitu, Gowa, takalar, jenepanto,
banteng maros dan pengkejane. Suku bangsa Bugis menggunakan bahasa ugi dan suku
makassar menggunakan bahasa mangasara. Huruf yang di pakai dalam naskah naskah
kuno Bugis-Makassar adalah aksara lontara. Yang berasal dari bahasa
sangsakerta. Sejak abad ke-17 ketika islam masuk, kesusasteraan nugis di tulis
menggunakan bahasa arab, di sebut bahasa serang.
Hasil karya sastra suku bugis yang terpenting adalah sure
galigo, yang berisi mitologi yang di anggap keramat. Ada juga naskah kuno yang
berisi tentang sejarah, cerita kepahlawanan, silsilah raja-raja, dongeng
masyarakat dll. Bahasa pada masyarakat bugis terbagi 5 kelompok, yaitu bahasa
bugis, bahasa makasar, bahasa toraja, bahasa mandar, bahasa duri. Sebagai
bahasa resmi dalam pendidikan dan pemerintahan di gunakan bahasa indonesia.
Sedangkan bahasa lokal di jadikan bahasa ibu di lingkungannya sendiri.
a. Sistem Religi Dan Kepercayaan.
Orang
bugis-makassar terutama yang hidup di desa terikat oleh sistem kepercayaan
pangaderreng, sistem kepercayaan ini bersifat keramat yang mengandung 5 unsur
pokok, yaitu 1. Ade` 2. Bicara 3. Rampang 4. Wari dan 5. Sara, kelima unsur
tersebut merupakan satu kesatuan yang memberi makna ke agamaan bagi masyarakat
bugis-makasar dalam kehidupan sehari-hari. Ade` adalah aturan adat perkawinan
dan mengandung norma ke agamaan. Ade terbagi dua: ade’ akkalabinengeng, yaitu
norma mengenai hubungan kekerabatan dan perkawinan; dan ade’ tana yaitu norma
mengenai hubungan kehidupan bermasyarakat dan pejabat adat, seperti pakkateni
ade’, puang ade’, pampawa ade’ dan paradewa ade’.
Bicara adalah semacam hukum acara
pidana atau perdatayang berisikan konsep hak dan kewajiban seseorang di depan
pengadilan masyarakat Bugis. Rampang berarti kias, perumpamaan atau contoh.
Rampang berfungsi sebagai penguat kepastian suatu keputusan hukum tidak
tertulis yang berlaku sejak masa lampau sampai sekarang. Caranya ialah membuat
analog antar kasus yang sama yaitu antara kasus yang terjadi pada masa lalu
dengan kasus yang terjadi pada masa sekarang. Rampang merugikan orang lain.
Wari sebagai bagian dari pangaderreng merupakan klasifikasi dari segala benda,
peristiwa, dan kegiatan dalam kehidupan masyarakat menurut kategorinya, seperti
penempatan benda-benda, pelapisan masyarakat, dan memelihara hubungan
kekerabatan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Bugis.
Sara’ merupakan pranata-pranata berdasarkan hukum islan yang melengkapi 4 undur
pangaderreng tadi.
Religi orang Bugis-makassar pada
massa pra-islam awalnya mempercayai satu dewa tunggal, disebut dengan beberapa
nama, seperti dewa patoto-e ( dewa yang menentukan nasib manusia ), dewa
sewwa-e ( dewa yang tunggal), dewa turi-e ( dewa yang tertinggi ). Sisa-saisa
kepercayaan itu masih tampak dalam kehidupan masyarakat. To-lotang di kabupaten
sidenreng, rappang dan pada orang amma-towa di kabupaten bulukumba. Ajaran
islam yang berkembang pada abad ke-17 mudah di terima oleh masyarakat karena
sama-sama mempercayai tuhan yang tunggal, yaitu allah yang maha esa. Hukum
islam (syari’ah) di integrasikan kedalam pangaderreng menjadi sara’, yang
kemudiaan menjiwai keseluruhannya. Unsur-unsu r lama seperti pemujaan kepada
roh nenek moyang, upacara mendirikan dan
meresmikan rumah, upacara turun ke sawah dan sebagainya di jiwai oleh
konsep-konsep agama islam. Bahkan, secara bertahap kepercayaan yang
bertentangan di tinggalkan dalam rangka pemurnian islam.
b. Sistem Kekerabatan
Adat
perkawinan ideal pada masyarakat bugis-makassar ialah perkawinan antara
saudara-saudara sepupu, yaitu 1. Perkawinan assialang marola, artinya
perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah atau ibu.
2. Perkawinan assialanna memang, yaitu perkawinan antara dua saudara sepupu
derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu. 3.perkawinan ripaddeppe
mabaleae, yaitu perkawinan antara derajat
ketiga dari kedua belah pihak. Perkawinan yang di anggap pantang dan di
larang, yaitu, perkawinan antara anak dengan ayah atau ibu, perkawinan antara
saudara sekandung, perkawinan antara menantu dan mertua, dengan paman atau
bibi, dan dengan nenek kakek.
Perkawinan dapat di lakukan dengan
dua cara, yaitu dipinang dan di bawa lari. Kawin lari terjadi bila pinangan di
tolak atau mas kawin terlalu tinggi. Kedua kerabat yang mengejar kedua pelarian
disebut tomaisiri’. Jika mereka berhasil menemukan atau menangkapnya, maka si
laki-laki akan di bunu. Dalam pelarian yang berbulan-bulan, si laki-laki
berusaha meminta perlindungan kepada orang terkemuka dalam masyarakat. Melalui
orang terkemuka, berusaha di damaikan aagar perkawinan di resmikan dan di
restui oleh orang tua. Penerimaan pihak
keluarga si gadis disebut maddeceng (bugis) dan abbadji (makassar).
c. Sistem Kesenian
suku
bangsa bugis-makkasar memiliki kesenian khas, seperti seni bangunan,
arsitektur, seni ukir, seni musik tari, dan lain-lain. Kerajinan rumah tangga
yang khas adalah tenunan sarung sutra dari Mandar dan Wajo. Tenunan sarung
samaru=inda dari bulukumba sangat terkenal tidak hanya di Nusantara, tetapi
juga sampai keluar negri. Demikian juga seni musik dan tarik suara orang-orang
Bugis-Makassar telah di kenal oleh masyarakat Indonesia.
8. Suku Bangsa Asmat
Daerah kebudayaan suku bangsa Asamat ialah
daerah pegunungan yang lebat di bagian Selatan Papua (Irian). Daerah tempat
tinggal orang Asmat hilir berupa daratan rendah yang luas disepanjang pantang
yang tertutupi oleh hutan rimba,rawa, dan hutan sagu. Semakin ke dalam
daerahnya berbukit-bukit dengan padang rumput yang luas, yang merupakan daerah
tempat tinggal suku Asmat bagian hulu. Suku bangsa Asmat menggunakan bahasa
lokal yang disebut bahasa Asmat, yang merupakan rumpun bahasa non-Melanesia
(bahasa Irian-Papua). Perhatian masyarakat luaar terhadap kebudayaan bangsa
suku Asmat sudah di mulai sejak tahun1919. Kebudayaan suku bangsa Asmat makin
terkenal sejak para peneliti menulis dan menginformasikan kepada masyarakat
luas. Suku bangsa Asmat menjadi sangat terkenal setelah beberapa hasil
seni-budaya dipromosikan oleh pemerintah Indonesia ke luar negeri, baik seni
ukir maupun tariannya.
a. Sistem religi/kepercayaan
Suk bangsa Asmat mempercayai bahwa mereka
merupakan keturunan dewa yang turun dari dunia gaib di seberang laut di
belakang ufuk matahari yang terbenam setiap hari. Menurut kepercayaan orang
Asmat, dewa-dewa nwnwk moyangnya dahulu mendarat di bumi pada suatu tempat di
pegunungan. Dalam perjalanannya menuju hilir sampai tiba di tempat yang
sekarang didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak tantangan.
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di
Teluk Flaminggo, dewa itu bernama Fumeripitsy.Ketika
berjalan di hulu sungai ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa.
Perahu lesung yang ditimpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit itu, ia
apat membunh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus dan
terdampar di Asewetesy (Desa Syura
sekarang). Ia diselamatkan dan dirawat oleh seekor burung Flaminggo hingga sembuh. Selanjutnya, dia membangun rumah yew, dua
patung ukiran, dan genderang em yang
sangat keras bunyinya. Ia mulai menari terus-menerus dan kekuatan saktinya yang
keluar dari gerakannya memberi hidup kepada kedua patung buatannya itu.
Patung-patung itu mulai bergerak dan menari. Mereka kemidian menjadi pasangan
manusia pertama dari suku bangsa Asmat. Namun tidak lama kemudian datang lagi
seekor buaya raksasa yang menyerang akan membunuh kedua manusa pertama tadi,
tetapi fumeripitsy dapat membunuhnya. Kepala buaya itu dipenggal dan badannya
dipotong-potong, yang kemudian dilemparkan ke segala penjuru. Potongan buaya
itulah yang menjadi nenek moyang suku-suku bangsa lain yang bertempat tinggal
di sekeliling suku bangsa Asmat.
Konsep orang Asmat tentang hidup
rupanyadidasarkan pada mitologi. Menurut keyakinannya jika nenek moyang mereka
menghendaki keturunan, mereka akan mengirim suatu roh tertentu ke bu mi melalui
se berkas sinar matahari, yang mendarat di atap rumah tempat tinggal wanita
yang ditakdirkan menjadi ibu anak dari roh tadi. Wanita itu akan hamil dan
kemudian melahirkan bayi. Hubungan seks bagi orang Asmat berfungsi untuk
memberikan bentuk sebagian manusia kepada roh yang masuk kedalam kandungan
seorang wanita. Dalam hal ini, eran ayah si bayi sama denagan seorang pemahat
patung yang memberi bentuk kepada kayu yang disediakan oleh alam.
Oarang Asmat juga mempercayai adanya macam-macam roh , yang digolongkan
kepada tiga jenis, yaitu:
1) Arwah nenek moyang yang bersifat baik,
disebut yi-ow;
2) Arwah nenek moyang yang bersifat jahat,
disebut osbopan;
3) Arwah nenek moyang yang bersifat jahat akibat
orag itu mati konyol, disebut dambin-ow.
Suku bangsa Asmat juga mengenal macam-macam
upacara keagamaan untuk berkomunikasi dengan arwah leluhurnya. Upacara
menghorati arwah leluhurnya dahulu berkaitan erat dengan menghias perisai dan
mengukir topeng. Oleh karena itu, orang Asmat pandai sekali membuat dan
mengukir topeng dan patung. Untuk membuaat topeng atau perisai, penduduk desa
harus menebang pohon di hutan yang cocok bentuknya menurut petunjuk para tukang
ukir (wow-ipit). Para wow-ipit tadi memotong batang pohon di
hutan untuk dibagi-bagikan kepada sejumlah yew
yang merasa dirinya keturunan nenek moyang yang dihormati itu. Pemberian warna
kepada patung-patung yang dibuat dilakukan oleh para wow-ipit dalam waktu berminggu-minggu lamanya. Pembuatan patung dimeriahkan
dengan pesta makn, nyanyian, dan tarian semalam suntuk. Selama upacara
berlangsung dikisahkan mitologi oleh pendingeng yang dibantu sehumlah pembantu
yang memperagakan petualangan Fumeriptisy, dengan gerakan dan dialog yang
diiringi musik, tarian, dan nyanyian.
b. Sistem kekerabatan
Bentuk keluarga suku bangsa Asmat ialah
keluarga inti monogami dan kadang-kadang poligami. Orang-orang Asmat tinggal
bersama dalam rumah panggung seluas 3 x 4 x 4 meter, disebut tsye. Adapula kesatuan kekerabatan yang
lebih besar, yaitu keuarga-luas uxorilokal dan keluarga avunkulokal. Keluarga uxorilokal adalah keluarga yang setelah menikah berdiam di rumah keluarga dari pihak
isrti. Keluarga avunkuloka adalah
keluarga yang sesudah menikah berdiam di rumah beberapa keluarga senior. Selain
berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga- inti dan keluarga senior, tsyem juga berfungsi sebagai tempat
penyimpanan senjata dan peralatan berburu, bercocok tanam dan menagkap ikan. Tsyem ini biasanya dikelilingi oleh
sebuah kebun kecil. Jumlah anggota keluarga terikat oleh aturan kekerabatan dan
adat tradisi yang wajib dijungjung tinggi, seperti dalam kegiatan berburu,
bercocok tanam,upacara keagamaan, dan lain-lain.
Seorang laki-laki Asmat dewasa harus
melampaui upacara inisiasi yang dilaksanakan oleh keluarga klen yang disebut yew. Rumah pangggung yew ini memiliki luas 10 meter x 15 meter, yang berfungsi sebagai
rumah keramat dan tempat upacara keagamaan. Jika ada tamu yang bermalam mereka
ditempatkan di yew. Yew umumnya dikelilingi oleh 10-15 tsyem dan rumah-rumah keuarga-lusa. Yew ini semacam rumah panggung panjanag,
yang dibangun dengan teknik dan bahan yang sama denga tsyem atau rumah-rumah
orang Asmat lainnya. Bedanya dengan tsyem,
jumah pintu masuk sama banyak dengan jumlah tsyem dalam yew. Pintu-pintu masuk semuanya menghadap ke sungai, danau, atau
laut. Jadi, yew sebagai pusat klen
menyediakan pintu masuk bagi tiap keluarga inti atau keluarga luas yang menjadi
anggotanya.
Masyarakat Asmat mengenal sistem masyarakat,
disebut aipem. Pemimpin aipem baiasanya mengambil prakarsa untuk
menyelenggarakan musyawarah guna membicarakan suatu persoalan atau pekerjaan.
Syarat untuk dapat dipilih menjadi aipem yaitu harus orang-orang yang pandai
berkelahi, kuat, dan bijaksana. Persaingan antara calon pemimpin aipem dilakukan dalam upacara dan
pesta-pesta. Bahkan ada pesta pertandingan berperang antar aipem, sehingga tak jarang terjadi perkelahian walaupun tanpa
senjata tajam. Selain itu, terjadi pula pertandingan antara wanita dengan
laki-laki dalam rangka meramaikan suasana pesta. Seorang pemimpin Asmat
sederajat dengan warga masyarakat lainnya, tetapi ia harus lebih pandai, lebih
berani, dan lebih ahli dalam kemasyarakatan. Orang yang ahli dalam membangun
rumah, misalnya, menjadi pemimpin dalam kegiatan membangun rumah. Orang yang
pandai dalam berburu, secara otomatis menjadi pemimpin dalam berburu. Ahli lain
yang dianggap paling terhormat dalam masyarakat Asmat ialah seniman pahat
patung yang disebut wow-iptis.
c.
Kesenian
Sistem kesenian suku bangsa Asmat erat
kaitannya dengan sistem religi atau kepercayaan. Orang Asmat dikenal memiliki
keahlian yang tinggi dalam bidang seni ukir, terutama ukir patung, topeng, dan
perisai. Berdasarkan bentuk dan corak ukirannya, ada empat gaya seni patung
Asmat, yaitu :
1) Gaya A, seni Asmat Hilir dan Hulu sungai ;
2) Gaya B, seni Asmat Barat Laut ;
3) Gaya C, seni Asmat Timur ;
4) Gaya D, seni Asmat daerah Sungai Brazza.
Gaya A telah dikenal sejak zaman ekspedisi
militer Belanda pada tahun 1912. Patung-patung dengan gaya ukiran A tersusun
dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyangnya. Pada zaman
dahulu, mbis dibuat jika masyarakat
akan mengadakan balas dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam
peperangan melawan musuh. Suatu benda seni asmat yang dikenal sejak lama ialah perisai yang bentuknya persegi panjang
yang agak menyempit bagian ujungnya. Di ujung atas terdapat ukiran phallys, gambar burung tandung atau
topeng. Motif-motif lainnya yaitu burung telikan, kepala ular, ekor burung,
kaki kepitin, kaki tikus, dan lain-lain.
Gaya B adalah gaya seni orang Asmat Barat
Laut dengan bentuk lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah
dari bagian-bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan.
Kadang-kadang ada gambar nenek moyang dibagian kepala, sedangkan hiasan bagian
badan berbentuk musang terbang, katak, kepala burung tandung, ular, cacing, dan
sebagainya. Gaya C merupakan ciri khusus gaya seni ukiran orang Asmat Timur.
Perisai yang dibuat umumnya berukuran sangan besar, bahkan kadang-kadang
melebihi orang Asmat yang berdiri tegak. Bagian-bagian atasnya tidak
terpisah jelas dari bagian perisai dan
sering dihiasi garis-garis hitam dan merah serta diberi titik-titik putih.
Suatu motif hiasan yang amat lazim bagi perisai gaya Asmat C adalah motif suku
lengan. Gaya D merupakan gaya khas orang Asmat daerah sungai Brazza.
Perisai-perisai orang Asmat gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan
perisai-perisai gaya C, dengan motif suku lengan. Hanya bagian kepala terpisah
dari badannya. Motif yang sering digunakan ialah hiasan geometri, seperti
lingkaran, spiral, suku-suku, dan sebagainya.
Kesenian yang berhubungan dengan upacara
keagamaan atau penghormatan kepada roh nenek moyang, yaitu :
1) Mbisbu
adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek moyang ;
2) Yentpojmpu
adalah pembuatan dan pengukuhan rumah yew ;
3) Tsyembu
adalah pembuatan dan pengukuhan perahu lesung ;
4) Yamasy
ialah upacara perisai ;
5) Mbipokumbu
adalah upacara topeng.
Dalam upacara keagamaan sering ditampilkan
tarian-tarian tradisional yang diiringi musik dan paduan suara. Dalam pesta
itu, disajikan daging babi bakar kepada mereka yang hadir, sehingga suasana
menjadi ramai. Pesta dilaksanakan semalam suntuk. Selama upacara berlangsung,
kisah mitologi dewa pencipta alam (Fumeripitsy) diperdengarkan oleh ahlinya.
Bunyi genderang tifa hingar-bingar disertai teriakan histeris yang saling
bersahutan. Badan-badan penarinya dihiasi berbagai hiasan putih dan mengenakan
topi semacam topi terbaut dari bulu ayam
yang dikaitkan dikepalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar