Rabu, 06 Februari 2013

POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA


BAB 7. POTENSI KEBERAGAMAN BUDAYA

A.   FAKTOR PENYEBAB KEBERAGAMAN BUDAYA
Keberagaman budaya lokal merupakan potensi yang besar bagi pembentukan budaya nasional. Keberagaman budaya lokal inilah yang menybabkan karakteristik budaya nasional bangsa Indonesia menjadi khas, yang membedakan dengan budaya bangsa-bangsa lain di dunia.
            Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk yang berasal dari nenek moyang sama, tetapi karena terpisah oleh lautan yang memutus hubungan mereka, menyebabkan perkembangan kebudayaan berbeda-beda. Menurut ahli antropologi, terdapat 4 kelompok  suku bangsa yang mendiami kepulauan Indonesia, yaitu Melanisa (Campuran submongoloid dan Wajak), protoaustronesian(termasuk wajak), polynesia, dan mikronesia.
            Kelompok Melanesia terdiri atas aceh(sumatra utara), Batak(Sumatra tenggara), Minangkabau(Sumatra barat), Sunda(Jawa barat), Jawa(Jawa tengah dan jawa timur), Madura(Pulau madura), Bali(Pulau Bali), sasak(Pulau lombok) dan Timor(Pulau timor). Dipulau kalimantan terdapat suku bangsa dayak. Di pulau sulwesi bagian utara terdapat suku bangsa minahasa, di bagian tengah suku bangsa toraja, dan di bagian selatan suku bangsa makasar dan bugis. Suku bangsa ambon (Maluku), dan irian (Papua) tergolong kelompok polynesia dan proto-austronesia. Kelompok  mikronesia terdapat di pulau-pulau kecil ada perbatasan wilayah timur Indonesia.


1.    Keberagaman suku bangsa                           
Manusia penghuni pertama yang hidup di kepulauan Indonesia sudah ada sejak 500 ribu tahun lalu. Manusia purba indonesia itu dinamakan pithecanthropus erectus oleh eugene dubois yang menemukan fosil tersebut di beberapa tempat di sekitar sungai bengawan solo fosil manusia purba lainnya ditemukan pada taun 1891 dan 1892 di desa trinil, dinamakan homowajakensis, karena ditemukan di daerah wajak. Homowajakenisis mirip dengan manusia Astro Melanisoid yang telah menjelajah ke arah barat(Sumatra) dan timur(Papua).
Menurut ahli sejarah, pada masa antara 3000-500SM bumi Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran Submongoloid dari asia yang dikemudian hari menikah dengan penduduk hindigenous. Pada masa 1000SM, pernikahan silang masinh terjadi dengan penduduk migran Indo-Arian dari asia-selatan, Subkontinen india. Gelombang masuknya pendatang dari india yang berlangsung hingga abad ke-7M, telah membawa dan menyebarkan agama dan  kebudayaan hindu dan budha ke indonesia. Para pedagang muslim dari gujarat(India) juga datang ke indonesia sekitar abad ke-13M. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama dan budaya islam.
Pada tahun 1511 bangasa portugis tiba di kepulauan indonesia kedatangan mereka berkaitan dengan kebutuhan masyarakat eropa terhadap rempah-rempah. Kedatangan bangsa portugis kemudian diikuti oleh pedagang spanyol, belanda dan inggris. Selain mencari rempah-rempah, mereka mempropagandakan agama kristen. Belanda berhasil menjalankan politik monopoli terhadap rempah-rempah di nusantara hal itu merupakan awal dari 350 tahun kolonialisme belanda di Indonesia.
Sejak jaman dahulu di Indonesia telah ada masyarakat pesisir yang beragam tradisi budayanya. Masing-masing kelompok terikat oleh rasa solidaritas dan identitas terhadap akar tanah air bahasa, seni, budaya, dan kesamaannya lainnya. Ada sekitar 360 suku bangsa di indonesia yang hidup tersebar dari sabang(Batas paling ujung di sumatra sampai merauke di papua. Komunitas jawa merupakan jumlah tersebar dari kota penduduk indonesia diikuti oleh suku bangsa sunda, madura, minangkabau,bugis, batak, bali, ambon, dayak, sasak,aceh,asmat dan lain-lain. Wilayah indonesia timur yang meliputi irian jaya (papua) dan papua nugini digolongkan menjadi satu dengan kebudayaan penduduk melanesia dan dipelajari secara mendalam oleh ahli antropologi  jurusan melanesia atau oceania. Selain memfokuskan perhatian kepada masyarakat indonesia, seorang ahli antropologi harus pula mengetahui secara mendalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan di wilayah negara negara tetangga, seperti malaysia, brunei, filipina dan papua nugini.
Klasifikasi aneka warna suku bangsa di kepulauan indonesia biasanya masih berdasarkan pada sistem lingkaran hukum adat. Sistem klasifikasi ini mula-mula di susun oleh Van Vollenhoven yang membagi indonesia ke dalam 19 daerah suku bangsa berdasarkan suku bangsa, yaitu sebagai berikut
1.    Aceh
2.    Gayo-alas dan batak
2a. Nias dan batu
3.    Minagkabau
3a. Mentawai
4.    Sumatra selatan
5.    Melayu
6.    Bangka dan belitung
7.    Kalimantan
8.    Minahasa
8a. Sangir-talaud
9.    Gorontalo
10. Toraja
11. Sulawesi selatan
12. Ternate
13. Ambon(maluku)
13a. Kepulauan barat daya
14. Irian
15. Timor
16. Bali dan lombok
17. Jawa tengah dan jawa timur
18. Surakarta dan yogyakarta
19. Jawa barat


2.    Keberagaman bahasa dan dialek
      Di negara kita ada sekitar 250 bahasa dan dialek yang dikelompokan berdasarkan kelompok suku bangsa yang hidup tersebar di nusantara bahasa lokal atau bahasa daerah yang utama di indonesia antara lain, bahasa aceh, batak, sunda, betawi, jawa, sasak, dayak,minahasa, toraja, bugis, ambon, irian, dan bahasa-bahasa daerah lainnya diantara bahasa bahasa daerah tersebut terdapat ragam dialek yang berbeda-beda.
      Bahasa nasional indonesia diperkenalkan secara resmi sejak kemerdekaan indonesia dan diberi nama bahasa indonesia. Leksikon dan struktur Bahasa indonesia berasal dari bahasa melayu yang diperkaya oleh bahasa bahasa daerah nusantara. Walaupun bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan, tetapi bahasa daerah tetap dipelihara dan dikembangkan. Pada bulan agustus 1973, Indonesia dan Malaysia menandatangani kesepakatan pembakuan ejaan bahasa persatuan di Malaysia dan bahasa Indonesia di Indonesia yang keduanya memiliki kemiripan.

3.    Keberagaman agama/kepercayaan
      Salah satu karakteristik masyarakat indonesia ialah penghargaan yang tinggi terhadap kehidupan beragama dan kepercayaan kepada tuhan yang maha esa. Di indonesia terdapat 5 agama yang secara resmi diakui, yaitu islam, katolik, protestan, hindu dan budha selain 5 agama tadi, keyakinan atau keparcayaan lain juga dihargai terutama yang berkembang dalam kelompok masyarakat terisolir yang dinamakan kepercayaan tradisional.
Kerukunan hidup beragama sejak zaman kerajaan mataram kuno telah terbina cukup baik sampai sekarangpun umat beragam di Inodnesia hidup rukun secara damai dan berdampingan. Hal itu disebabkan bangsa Indonesia memiliki semangat  toleransi yang cukup tinggi dalam kehidupan beragama. Selain itu, kebebasan beragama dan beribadah kepada tuhan yang maha esa telah dijamin oleh UUD1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya”



4.    Keberagamaan seni dan budaya
      Bangsa indonesia dikenal sangat kaya akan seni dan budayanya seperti seni satra, seni tari, seni ukir,seni drama dan lain lain. Tarian dan drama di jawa dan bali merupakan perpaduan dari mitologi asli dan pengaruh hindu-budha. Hal itu tercermin dari hiasan dan gaya dalam gerakan dan kostum yang dipakai. demikian pulakerajinan tangan, masyarakat indonesia dikenal terampil yang tercermin dari variasi, bentuk, dan modelnya. Batik merupakan pakaian hasil celupan dan ukiran lilin yang khas buatan masyarakat jawa. Daerah lainnya memproduksi kain dengan menggunakan anyaman tangan yang dipadu dengan emas dan perak pada kain katun dengan desain yang unik, seperti di lampung, palembang, makasar dan ntb.
      Keberagaman seni dan budaya tercermin pula pada macam macam seni sastra (prosa dan puisi), seni rupa dan seni pertunjukan. Masing masing cabang kesenian tersebut pada setiap daerah dan suku bangsa berbeda-beda sifat, jenis dan bentuknya.
Keberagaman seni dan budaya tersebut tentu saja memperkaya khazanah kebudayaan nasional Indonesia

B.   Keberagaman budaya manfaatnya
            Apakah yang kita maksudkan dengan “Budaya” dana keberagaman budaya?untuk memberikan  jawaban atas pertanyaan ini, banyak cara yang dapat ditempuh. Kita dapat mencari jawaban berdarakan etimologi. Cara ini menarik secara akademik, tetapi mungkin terlalu steril sebagai medium analisi dalam terapan empirikal. Keberagaman budaya banyak manfaatnya, antara lain sebagai modal dasar kekuatan dalam membangun bangsa indonesia menuju bangsa yang modern.
            Cara lain ialah memperbandingkan berbagai definisi yang dapat dipandang terkemuka dalam literatur. Cara ini akan membutuhkan uraian panjang lebar karena biasanya perlu diperjelas dengan tafsiran konseptual dan kontekstual. Mungkin juga kita lakukan peendekatan komperatif antara suatu teori dengan lainnya. Cara ini jelas dapat memperkaya wawasan tentang kebudayaan tetapi keunggulan suatu teori berkenaan dengan sesuatu gejala budaya tidak selalu berarti keunggulan teori itu secara menyeluruh. Setiap teori bisa saja memiliki keunggulan dalam satu dan lain hal sehingga konvergensi antar teori mungkin saja digunakan dalam usaha memhami berbagai manivestasi budaya
            Berdasarkan uraian di atas dapat disumpulkan bahwa kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai (Kebenaran, Keindahan, Keadilan, Kemanusiaan kebajikan dan sebagainya), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilai nilai tersebut melalui perwujudan norma norma yang selanjutnya dijadikan tolak ukur bagi kepantasan perilaku warga masyarakat. Nilai keadilan diwujudkan melalui hukum dan sistem peradilan; Nilai keindahan dijabarkan melalui berbagai norma artistik; Nilai kesusilaan dinyatakan melalui berbagai tata krama, nilai religius diungkapkan melalui berbagai norma agam dan begitu seterusnya. Singkatnya, penjabaran nilai budaya menjadi norma peradaban dapat dipandang sebagai pengalihan dari sesuatu transenden menjadi sesuatu yang immanen. Terjalinnya kesadaran transendensi dan immanensi inilah yang menjadikan dinamika sejarah kemanusiaan sebagai kaleeidoskop perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia.
            Pasang-surutnya kebudayaan sepanjang sejarah kemanusiaan, nyata sekali ditentukan oleh sejauh mana kebudayaan itu masih berlanjut sebagai kerangka acuan untuk dijabarkan melalui sesuatu tatanan normatif. Misalnya, kebudayaan Pharaonik yang berlaku dalam masyarakat mesir kuno surut seiring dengan kian memudarnya kebudayaan itu sebagai acuan untuk penjabaran norma norma perilaku bagi masyarakat mesir sekarang. Tapi juga dalam era kontemporer ini suatu kebudayaan sebagai sistem nilai dapat dengan suatu rekayasa didesak oleh sistem nilai baru, sehingga kebudayaan yang lama kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan norma norma perilaku.
            Misalnya, “Revolusi kebudayaan” yang secara berencana dilancarkan di RRC pada pertengahan tahun 60-an ; perubahan serupapun terjadi tatkala partai komunis rusia berhasil menggulingkan kekaisaran di rusia dan memperkenalkan nilai nilai baru sebagai acuan bagi norma perilaku baru yang ideal bagi suatu masyarakat komunis. Perhatikan pula perubahan yang terjadi di turki, ketika Kemal  Ateteaturk melancarkan moderenisasi (yang diartikan sebagai “ westerenisasi” ). Kesemuanya menunjukan bahwa kebudayaan adalah suatu pengejawantahan yang hidup selama ada masyrakat pendukungnya ; hal ini berlaku baik bagi kebudayaan yang surut oleh perubahan zaman  maupun yang kehadirannya dipaksakan untuk mendesak kebudayaan lama.
            Dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh yang menunjukan bahwa timbul-tenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi dalam pertemuan antar budaya yaitu sejauh mana satu diantara pihak yang saling bertemu kuarng atau tidak lagi memiliki ketahanan budaya ( kultural resilience ). Kebudayaan sebagai suatu daya yang sekaligus tersimpan ( Latent) dan nyata ( aktual ). Demikianlah kebudayaan mengandung 2 daya sekalgus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestarikan dan daya yang cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah setiap masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahannkannya agar lestari dan daya lainnya menariknya untuk maju; Satu daya dengan kecenderungan  preservatif dan satunya lagi dengan kecenderungan progresif.
            Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antar budaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya tersebut sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi  derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing masing pihak yang saling bertemu. Tangguh atau rapuhnya ketahan budaya biasanya disebabkan menurunnya kesadarab masyarakat bersangkutan terhadapa kebudayaannya sebagai pengukuh jati diri bangsanya semakin rendah derajat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya, makin kuat pula budaya asing yang menerpanya dan berpengaruh dominan terhadap masyarakt itu.
            TIK dalam era globalisasi ini merupakan pendukung utama bagi terselenggaranya pertemuan antar budaya dengan dukungan teknologi modern informasi dalam bentuk dan untuk berbagai kepentingan dapat disebarluaskan begitu rupa, sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup kita. Kesegeraan dan keserempakan arus informasi yang dengan derasnya menerpa kita, seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis.
            Perlu dicatat bahwa dalam pertemuan antar budaya, mengalirnya arus informasi itu tidak senantiasa terjadi secara 2-arah; dominasi cenderung terjadi dari pihak yang memiliki dukungan teknologi lebih maju terhadap pihak yang lebih terbelakang. Makin canggih dukungan tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Kalau dewasa ini dianut asas” kebebasan arus informasi “ (free flow of information), maka yang sesungguhnya terjadi.
Bukanlah ‘pertukaran informasi’ (exchange of information) berupa proses dua-arah yang cukup berimbang, melainkan dominasi arus informasi dan pihak yang didukung oleh kesanggupan merentangkan sistem informasi dan jangkauan global. Dengan jangkauan sedemikian itu, maka pihak yang lebih ungul dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi niscaya lebih berkesanggupan untuk membiasakan pengaruhnya secara global.
            Gejala tersebut nyata berpengaruh atas terbentuknya sikap mental dan kultural pada pihak yang diterap (expose) oleh pihak yang menerapkannya (impose) dengan arus informasi. Dengan demikian, tidak mustahil kemajuan masyarakat yang diterpa cenderung diukur dengan memperbandingkan hal-ihwal yang diperkenalkan melalui informasi dari pihak yang menerpa. Kecenderungan ini ada kalanya dianggap sebagai bagian dan upaya ‘moderenisasi’, dan diterima dengan alasan ‘mengikuti kecenderungan global’, sikap yang naif ini antara lain juga ditandai oleh kecenderungan glonifikasi terhadap pihak yang diunggulkan sebagai sumber informasi global dan tampil sebagai penentu kecemderumgam (trend-setter) dalam pembentukan sikap mental dan kultural serta gaya hidup baru.
            Sebagai konsekuensinya, dalam pertemuan antarbudaya global terjadi dominasi pengaruh budaya barat terhadap budaya timur, polarisasi ‘barat-timur’ ini merupakan kelanjutan dari masa sejarah yang ditandai oleh ‘barat’ sebagai pangkalan kekuatan koloni dan ‘timur’ sebagai sasaran kolonisasi walaupun ada alasan untuk menggunakan polarisasi ‘barat-timur’ dalam kaitan dengan dikotomi ‘modern-tradisional’, namun dalam tinjauan yang lebih menyeluruh polarisasi tersebut merupakan simplikasi yang sangat umum dan cenderung diasosiasikan dengan polarisasi ‘eropa-asia’ atau ‘ocident-orient’, atau juga secara lebih umum ‘barat-non barat’, dalam polarisasi tersebut, ‘barat’ selalu digambarkan sebagai sumber pengaruh yang berdampak dominan terhadap ‘timur’, apalagi dikaitkan dengan pengertian ‘moderenisasi’ dan ‘industrialisasi’. Yang terjadi dalam polarisasi demikian itu bukanlah pertukaran pengaruh sebagai proses dua-arah.
C. BEBERAPA CONTOH BUDAYA LOKAL ATAU DAERAH
Deskripsi etnografi tentang budaya lokal suatu bangsa, biasanya mencakup : kondisi alam, mata pencaharian, kepercayaan, bahasa dan kesenian.
1.    Suku bangsa Batak
Suku bangsa Batak sebagian besar mendiami pegunungan Sumatera Utara. Wilayah tempat tinggal suku bangsa Batak beriklim musim. Tanah-tanah datar diantara daerah pegunungan dengan daerah pantai sangat subur untuk lahan pertanian. Akan tetapi daerah-daerah  pegunugan yang terdiri atas padang rumput kurang subur. Bagi yang kurang ulet, mereka pergi merantau ke daerah lain di nusantara, teruatama ke ibukota Jakarta. Oleh karena itu, orang-orang batak dikenal sebagai suku bangsa perantau.
a.    Sistem religi/kepercayaan
Kehidupan masyarakat Batak dipengaruhi oleh beberapa agama, seperti islam, kristen, katholik, hindu dan budhha. Agama kristen dan islam sejak abad 19 telah masuk dan mempengaruhi masyarakat batak. Agama islam disiarkan oleh orang-orang minangkabau pada tahun 1810. Agama kristen disiarkan ke daerah Toba dan Simalungun oleh organisasi penyiar agama dari Jerman pada tahun 1863 dan ke daerah karo oleh orang-orang Belanda.
      Walaupun sebagian besar suku bangsa batak beragama kristen dan islam tetapi banyak konsep yang berasal dari agama aslinya yang masih hidup, terutama penduduk di pedesaan terpencil.
      Orang-orang batak mempunyai kepercayaan bahwa alam semesta diciptakan oleh debata (ompung) mulajadi na bolon (debata kaci-kaci) dalam bahasa karo. Debata mulajadi na bolon tinggal di langit sebagai maha pencipta, penguasa dunia tengah. Ia tinggal di dunia dengan menggunakan nama silaon na bolon(toba) atau tuan padukah ni aji (karo).
      Menurut kepercayaan nenek moyangnya, orang-orang batak mengenal tiga konsep jiwa atau roh, yaitu tondi, sahala, dan begu. Tondi adalah jiwa atau roh orang itu sendiri yang merupakan kekuatannya. Sahala adalah kekuatan yang dimiliki seseorang. Tidak semua orang memiliki sahala dan kualitasnya pun berbeda beda. Sahala seorang raja, datuk atau pimpinan lebih kuat dari pada yang dimiliki orang biasa. Tondi merupakan kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon manusia), sedangkan sahala menentukan wujud dan jalan orang itu didalam kehidupan selanjutnya.
      Sahala dan tondi dapat berkurang dan bertambah kekuatannya. Tondi dapat pergi meninggalkan badan. Apakah orang tadi akan menjadi sakit, bila untuk seterusnya orang itu akan mati.
      Orang batak juga percaya pada makhluk halus lainnya, yang dinamakan umang dan jangak. Kedua jenis makhluk halus ini dianggap suka menolong manusia dan tinggal didalam gua-gua atau ditebing-tebing sungai yang curam. Prang batak juga percaya pada kekuatan sakti dan jimat, tongkat maksiat, dan mantra-mantra yang dianggap mengandung kekuatan sakti. Semua kekuatan sakti itu, menurut kitab-kitab ilmu gaib orang batak, berasal dari pemberian si raja batak.

b.    Sistem kekerabatan
Suku bangsa batak mengandung sistem kekerabatan patrilineal, yaitu mengikuti garis keturunan dari pihak bapa atau laiki-laki. Hubungan keturunan berdasarkan satu ayah dinamakan sada bapa pada orang karo dan saama pada orang toba. Hubungan keturunan berdasarkan satu kakek atau satu nenek moyang yang jauh disebut sada nini pada orang karo dan disebut saomapu pada orang toba. Orang-orang batak toba, mendaili, dan angkola pada umumnya dapat menunjukan hubungan kekerabatan sampai duapuluh generasi ke atas. Kelompok kekerabatan yang terkecil yaitu keluarga batih, yang pada orang karo disebut jabu dan pada orang toba disebut ripe.
      Keluarga sada nini (saomapu) merupakan plan kecil kelompok kekerabatan yang besar, disebut merga (karo) dan marga (toba).
      Selain itu pada orang toba marga dapat berarti gabungan plan (fratri) seperti fratri lontung. Pada orang toba istilah marga menunjukan nama dan nenek moyangnya. Dalam kehidupan masyarakat batak, terdapat hubungan yang mantap antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat dari suami adik perempuannya.
      Perkawinan pada orang batak merupakan pranata yang mengikat kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan. Menurut tradisi, seorang laki-laki batak tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan yang ideal, yakni perkawinan antara orang-orang rimpal (marpariban) dalam bahasa toba yitu antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan saudara laki-laki ibunya.
      Keluarga orang batak bersifat monogami walaupun hukum adat batak yang berlaku dipengadilan batak tidak melarang poligami. Rupanya ajaran kristen menghambat orang batak untuk melarang poligami. Kemandulan dari si istri merupakan alasan yang lazim untuk melakukan poligami. Satu syarat yang penting dalam perkawinan orang batak bahwa si istri harus mampu bergaul baik dengan semua kerabat pihak suaminya. Hubungan tidak baik dengan suatu atau beberapa jabu dari kerabat suami dapat menimbulkan suatu perceraian. Faktor penyebab terjadinya poligami selain dari perceraian ialah tidak mempunyai keturunan, istri menyeleweng, atau istri meninggal.

c.    Kesenian
Keberagaman kesenian suku bangsa batak tercermin dari rumah adat, motif-motif batik, adat upacara kematian, pakaian adat, lagu-lagu dan tarian daerah. Seni bangunan tradisional orang batak terdiri atas lima macam berikut ini :
1)    Balai batu, yaitu bangunan pintu gerbang untuk menjaga perkampungan dan tempat tidur bagi para penjaga lingkungan.
2)    Rumah bolon adat, bangunan rumah untuk sang raja.
3)    Balai bolon adat, bangunan tempat kantor pengadi;an yang diselenggarakan oleh raja.
4)    Jambur, bangunan tempat menyimpan padi.
5)    Pantangan, bangunan tempat menenun.

a.    Sistem religi/ kepercayaan
Masyarakat Sunda sebagian besar memeluk agama Islam. Orang-orang Sunda dikenal cukup taat dalam menjalankan ajaran agama Islam, seperti giat melakukan shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah, ibadah haji, dan kewajiban lainnya. Namun di daerah-dareah pedesaan masih ada orang-orang Sunda yang percaya pada hal-hal yang bersifat gaib dan tahayul, seperti mempercayai makhluk halus, jin, setan, benda-benda pusaka, dan sebagainnya. Dalam mitologi Sunda, banyak unsur budaya yang bukan berasal dari ajaran Islam. Orang Sunda mengenal dongeng yang erat hubungannya dengan tanaman padi, seperti kisah tentang Dewi Sri, atau Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Menurut legenda ini, asal-usul padi berasal dari Dewi Sri, seorang putri raja yang ditenung. Konon Dewi Sri, karena melanggar aturan, mendapat kutukan dari Tuhan atau dewa, kemudian menjelma menjadi tumbuhan padi. Namun sekarang ini, orang Sunda banyak yang tidak lagi mempercayai hal-hal yang bersifat tahayul, karena itu dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Pada masyarakat Sunda dikenal macam-macam upacara keagamaan, seperti upacara memperingati Maulid Nabi, Idul Fitri, Idul Adha, selametan kelahiran anak, selametan kematian (tahlilan), sunatan, pernikahan, selametan pendirian rumah, dan sebagainya. Hidangan upacara selamatan berupa nasi tumpeng dengan lauk-pauknya dan makanan ringan. Daging ayam atau ikan terdapat di dalam nasi tumpeng. Ketika mengikuti upacara selamatan orang tidak berani banyak bicara, tetapi khusu derdoa mengikuti pemimpin upacara, yaitu ustadz atau orang yang ahli dalam agama Islam. Orang yang telah selesai memimpin jalannya upacara biasanya dikirim nasi tumpeng beserta lauk-pauk dan makanan lainnya. Bahkan, ada pula yang memberikan uang saku sebatas kerelaan dan kemampuan orang yang mempunyai hajatan.
Sampai sekarang masih banyak orang Sunda yang berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap keramat atau pemakaman tokoh-tokoh yang dianggap sakti dan berjasa dalam bidang agama dan kemasyarakatan. Tujuan ziarah kubur adalah menyampaikan doa, permohonan, atau minta restu sebelum mereka melakukan suatu kegiatan, usaha, atau perlawatan.daerah-daerah di Jawa Barat yang sering di jadikan tempat ziarah, antara lain Garut, Sumedang, Cirebon, Banten, Bogor, dan Sukabumi. Sebab, di daerah-daerah tersebut banyak terdapat makam orang-orang dahulu yang diyakini memiliki kesaktian, keunggulan budi-pekerti, atau berjasa dalam penyiaran agama Islam. Apalagi pada bulan maulid, orang-orang sunda banyak yang berkunjung ke makam leluhurnya, seperti ke daerah Cirebon. Sampai sekarang masih ada orang-orang sunda yang percaya pada benda-benda keramat, seperti kris pusaka, pedang tua, batu cincin, jimat asihan, dan sejenisnya. Dengan memiliki benda-benda tersebut, orang Sunda merasa hidupnya menjadi aman karena terjaga dari kemungkinan hal-hal yang bersifat jahat, seperti gangguan setan, santet, guna-guna, pelet, dan sebagainya.

b.    Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan suku bangsa Sunda ialah parental, yaitu mengikuti garis keturunan dari kedua orang tua (ayah dan ibu). Semua anggota keluarga, baik dari pihak laki-laki (ayah) maupun perempuan (ibu) yang masih memiliki pertalian darah dan keturunan termasuk kedalam keluarga atau kerabat. Pada masyarakat Sunda, bentuk keluarga yang terpenting ialah keluarga batih,yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Hubungan sosial diantara anggota keluarga batih sangat erat, bersifat kekeluargaan, dan tolong-menolong. Di dalam keluarga batih terdapat pula anggota keluarga lain, seperti bapak atau ibu mertua, keponakan, atau pembantu rumah tangga. Hal itu menyebabkan jumlah keluarga batih menjadi besar. Apabila suami sebagai kepala keluarga melakukan poligami, maka keluarga itu menjadi bertambah besar, disebut keluarga-luas. Hal itu disebabkan laki-laki sunda banyak yang melakukan poligami (beristri lebih dari satu).
Selain keluarga batih, pada masyarakat Sunda dikenal kelompok kekerabatan yang dinamakan golongan keluarga. Golongan keluarga ini dalam ilmu antropologi disebut kindred. Selain itu, pada masyarakat Sunda ada kelompok kekerabatan berupa ambilineal, yang masih tergolong kerabat di sekitar keluarga batih, tetapi berorientasi ke arah nenek moyang yang jauh dalam masa lampau. Kelompok kekerabatan ini dinamakan bondoroyot (suatu keturunan dari nenek moyang).
Dua generasi ke atas dan ke bawah di anggap memiliki hubungan kekerabata fungsional, sedangkan tiga generasi  ke atas dan ke bawah hanya mempunyau fungsi tradisional. Perjodohan dalam bdaya masyarakat sunda bersifat bebas dalam memiliki dan menentukan pasangan hidup. Namun, di daerah pedesaan yang masih kuat kehidupan agamanya, faktor agama dalam memilih jodoh sangat penting dan menentukan. Moralitas masyarakat sunda dalam perjodohan tercemin dari peribahasa lamun nyiar jodo kudu sababad, sawaja jeung sebeusi, artinya mencari jodoh itu harus yang setingkat derajat nya, baik rpa, kekayaan, pangkat naupun agama atau keturunan.
            Tradisi upacara nyawer dan buka pinta merupakan hal yang prinsip dan sangat di tunggu tunggu oleh warga masyarakat yang menyaksikan acara pernikahan.

C. KESENIAN
            Masyarakat sunda dikenal eiliki cam – ca kesenin daerah, seperti seni  music, seni tari, drama kaligrafi, seni lukis, dan sebagainya. Sejak dahulu, orng sunda di kenal memilik peradaban yang cukup tinggi. Hal ini tercermin dari kemajuan yang di capai di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian, organisasi sosil, bahas, dan lain lain.
D.  SUKU BANGSA JAWA
            Suku bangsa jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur pulau jawa. Di dalam nya ada daerah daerah yang secara kolektif di sebut kejawen yang meliputi Banyumas, kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah kebudayaan jawa secara historis merupakan daerah bekas kerajaan Mataram yang pada tahun 1755 terpecah menjadi 2 bagian yaitu, Yogyakarta dan Surakarta.
            Berdasarkan tingkatan nya terdapat dua macam dialej, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan bahasa  Jawa Krama. Bahasa jawa ngoko digunakan kepada orang yang di kenal secara akrab, orang lebih muda dan orang yang lebih tua umur dan sosialisasi.Bahasa jawa Krama di pakai untuk berbicara dengan orang yang belum di kenal secara akrab, orang yang  sebaya dalam usia maupun derajat. Dari kedua dialek itu, kemudian berkembang bahasa jawa madya yang terdiri atas 3 macam : Madya ngoko, madya antara, dan  madya karma.
a. Sistem Religi, kepercayaan
            suku bangsa jawa umumnya memeluk agama islam. Sebagian lahi penduduk agama lain. Penganut agama islam pada masyarakat jawa tengah. Kejawen adalah penganut agama islam dengan tidak mejalankan semua rukun islam. Orang jawa percaya kepada kekuatan yang melebihi kekuatan yang pernah di kenal di sebut kesakten.
            Upacara selamatan dalam masyarakat jawa macam macam jenis nya, antara lain :
1. Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti upacara hamil tujuh bulan, upacara kelahiran, upacara [otong rambut pertama kali, upacara menyentuh tanah yntuk pertama kali, upacara tusuk telinga, khitanan, perkawinan, dan kematian.
2. selamatan yang berhubungan dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen
3. selamatan yang berhubungan dengan hari hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Idul fitri, Idul adha, dan lain lain
4. selamatan yang berhubungan dengan peristiwa tertentu, seperti perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak bahaya.
b. Sistem Kekerabatan
            system kekerabatan masyarakat jawa ialah bilateral. Semua kakak laki laki, kakak wanita ayah dan ibu beserta istri – istri maupun suami – suami masing – masing diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah siwa atau tuwa. Dalam adat perkawinan jawa bahwa dua orang saudara sekandung tidak boleh kawin bila mereka pancer lanang, yaitu anak dari dari dua bersaudara sekandung laki laki, jika mereka itu misan. Ngarang walu adalah perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah satu adik almarhum istrinya, di sebut kawin sosorat. Ngarang wayuh artinya perkawinan lebih dari seorang istri.
C. kesenian
            Kesenian pada masyarakat jawa sangat beraneka ragam bentuk dan jenisnya. Corak kesenian masyarakat jawa mencerminkan pengaruh seni budaya luar. Hal itu tampak jelas dari bentuk seni bangunan, ukir ukiran, seni lukis, seni musikm seni tari dan sebagainya. Orang jawa memiliki sejumlah pakaian adat seperti pakaian adat solo, pakaian ada Yogyakarta, dan pakaian adat Surakarta. Bnetuk rumah – rumah di jawa berbeda beda.
5. Suku bangsa Bali
            Suku bangsa bali di kenal memiliki kebudayaan yang khas. Hal itu tercermin dari bahasa, kesenian, kekerabatan, dan system religiusnya. Perbedaan pengaruh budaya hindu – jawa di daerah bali pada zaman maja[ahit dahulu, menyebabkan terbentuknya dua golongan masyarakat, yaitu bali-alga dan bali-majapahit. Bali-alga kurang begitu di pengaruhi oleh kebudayaan Hindu-jawa. Sebaliknya, Bali majapahit sangat di pengaruhi oleh kebudayaan hindu-budha.
            Bahasa bali tidak jauh berbeda dengan bahasa daerah nusantara lainnya. Peninggalan budaya berupa prasasti dari zaman Hindu menunjukkan adanya bahasa bali kuno yang agak berbeda dengan bahasa bali sekarang. Bahasa bali kuno banyak mengandung unsure unsure bahasa sansekerta,, kemudian terpengaruh bahasa jawa kuno dari zaman majapahit.

a. system religi/kepercayaan
            suku bangsa bali umumnya menganut agama Hindu – Bali, tetapi ada pula yang menganut agama islam, Kristen atau budha. Penganut agama islam mendiami daerah pinggiran pantai dan di beberapa kota, seperti di karangasem. Klungkung, dan denpasar. Penganut agama Kristen terdapat di denpasar, jembrana, dan singaraja. Ajaran agama Hindu – bali mengandung unsure unsur asli kebudayaan bali yang telah lama berkembang. Orang bali percaya pada konsep satu Tuhan dalam bentuk Trimurti, yaitu Brahma, Syiwa, dan Wisnu
pula yang mempercayai adanya dewa dan roh yang lebih rendah dari Trimurti.Dalam ajaran Hindu , Bali terdapat hal– hal yang dianggap penting, seperti roh abadi (atman), buah dari setiap perbuatan (karmapala) , kelahiran kembali (purnabawa), dan kebebasan jiwa dari lingkaran kelahiran kembali (moksa). Semua ajaran itu tercantum dalam kitab suci yang di sebut Weda .
            Buku – buku kuno mengenai ajaran Hindu-Bali banyak yang terbuat dari daun lontar yang menggunakan bahasa Bali. Buku kuno itu berisi tenteng pelaksanaan agama, kumpulan mantra , peraturan hidup , epos Mahabarata dan Ramayana , keterangan mistik dan sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam naskah – naskah kuno ialah bahasa Jawa kuno dan bahasa Sanskerta. Tempat ibadah agama hindu-bali dinamakan pura , berupa komplek bangunan suci dengan sifat yang berbeda-beda. Ada yang bersifat umum yakni untuk semua golongan , seperti pura Besakh ; ada yang bersifat khusus seperti Pura Subak dan Pura Seka; ada pula yang bersifat sebagai tempat pemujaan leluhur dari klan-klan besar . Di Bali ada berates-ratus pura yang masing masing mempunyai hari perayaan sesuai dengan penanggalan .Ada dua jenis penanggalan yang berlaku di Bali , yaitu penanggalan Hindu-Bali dan penanggalan Jawa-Bali .
            Orang Bali mengenal beragam upacara keagamaan (pancayadnya), yaitu sebagai berikut :
1.    Manusia yadnya, yaitu upacara siklus hidup manusia dari kecil sampai dewasa.
2.    Olitra yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada arwah para leluhur , seperti upacara kematian dan upacara penyucian arwah leluhur .
3.    Dewa yadnya, yaitu upacara di kuil-kuil umum dan keluarga .
4.    Resi yadnya, yaitu pentahbisan pendeta(mediksa).
5.    Buta yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada kala dan buta (roh-roh yang dapat menggangu)
Upacara keagamaan (pancayanya) di pimpin oleh seorang pendeta yang telahdi sahkan , disebut sulinggih. Mereka ini disebut juga dengan istilah-istilah khusus, seperti pendanda  untuk pendeta dari kasta Brahmana atau resi untuk pendeta kasta Ksatria . Para pendeta itu sangat berpengaruh dan dianggap sakti oleh masyarakat Hindu-bali karena keluasan ilmu agamanya .
b.   Sistem  kekerabatan
Sistem kekerabatan dan perkawinan masyarakat Bali dipengaruhi oleh system klan dan kasta. Perkawinan di Bali harus dilakukan di antara satu kalan dan skasta. Perkawinan adat Bali bersifat endogamy klan . perkawinan yang diinginkan oleh masyarakat Bali yang berwatak kolot , yaitu prwakilan di antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki , orang-orang satu klan , atau orang orang yag setingkat kedudukannya dalam adat , ,agama dan khasta. Perempuan dari kasta yang tinggi dilarang kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya . apabila hal itu terjadi , maka dianggap akan membawa malu bagi keluarga si perempuan . Secara fisik , suami-istri tadi akan dihukum buang(maselong) untuk beberapa waktu ke tempat yang jauh dari asalnya. Namun sejak tahun 1951 tradisi tersebut sudah tidak lagi digunakan , sehingga perkawinan campuran antar kasta banyak terjadi di Bali.
Bentuk perkawinan yang dianggap pantang , yaitu perkawinan campuran bertukar antar saudara perempuen dengan saudara laki laki (makedengannged), karena dianggap dapat menimbylkan bencana. Pada umumnya pria pria bali memperoleh istri denag dua cara , yaitu cara meminang dan cara melarikan seorang gadis. Pada masyarakat Bali , poligami diperbolehkan sehingga terbentuk keluarga-batih yang baersifat poligami. Rumah tangga di Bali umumnya bersifat monogamy. Salah seorang dari anak laki laki laki laki biasanya tinggal bersama orang tuannya. Setia kelurga-batih harus memelihara hubungan baik dengan kerabat yang luas , yaitu klan (tunggal dadia). Mereka kemudian mendirikan tempat pemujaan bersama (kuil) untuk memelihara arwah leluhurmya , sehingga hubungan kekerabatan pada masyarakat Bali terjalin harmonis .
c.   Kesenian
Masyarakat Bali dikenal memiliki keanekaragaman seni-budaya yang tampak dari seni arsitek ukiran lukisan, seni tari, dan seni kerajinan. Kehidupan keagamaan dan adat istiadat yang khas mendorong berkembangnya seni budaya Bali. Industri pariwisata yang berkembang sangat pesat mendorong masyarakat Bali giat menciptakan berbagai macam kresi seni untuk dijual kepada para wisatawan yang berkunjung kesana. Tarian Bali misalnya, menjadi sangat terkenal berkat keindahan lenggak-lenggok dan iringan musiknya yang khas.
6.    Suku bangsa Dayak
Suku bangsa dayak mendiani daerah Kalimantan Tengah , yang merupakan penduduk asli daerah itu. Namun, dewasa ini penduduk yang mendiami Kalimantan Tengah banyak suku yang berasal dari luar, seperti orang orang Jawa, Banjar , Bugis , Madura, Makasar , Melayu , Cina , dan lain lain. Dari sekian banyak suku bangsa dayak di Kalimantan Tengah , hanya akan dibicarakan tiga suku bangsa , yaitu Ngaju , Ot-Danum dan Ma’anyan.
Suku ngaju bertempat tinggal di sepanjang sungai-sungai besar di Kalimantan Tengah , seperti Kpuan , Khayan dan hulu sungai malwai. Di derah , aliran sungai suku bangsa ngaju tinggal di sebelah hilirnya, sedangkan suku bagsa Ot-Danum di daerah hulunya. Desa-dsa Ot-Danum lebih bersifat ekslusif , sedangkan desa desa Ngaju bersifat terbuka dan banyak di datangi penduduk dari luar. Suku bangsa Ma’anyan hidup tersebar di kabupaten Barito Selatan , seperti Patai , Telang , Karau, dan dayu. Menurut ahli antropologi , ketiga suku bangsa dayak tadi berasal dari keturunan yang sama. Hal itu tercermin dari bahasa yang mereka gunakan , yang oleh Hudson disebut keluarga bahasa Barito. Dari ketiga suku bangsa dayak itu , yang paling maju ialah suku bangsa Ngaju. Dari kalangan mereka banyak orang yang terpelajar dan memegang kekuasaan dalam pemerintahan di Kalimantan Tengah .

a.    Sistem religi / kepercayaan
System religi suku bangsa Dayak di Kalimantan Tengah tterbagi ke dalam empat golongan , yaitu penganut agama Islam, Kristen, Katolik dan penganut agama pribumi. Bnerdasarkan data dari Departemen Agama Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1968, penganut agama Islam merupakan golongan terbesar. Agama asli dari suku bangsa Dayak ialah Kaharingan (arti kehidupan ) . dalam mitologi kuno masyarakat dayak, air kehidupan itulah yang memberi kehidupan kepada manusia . Orang–orang dayak yang menganut Kharingan mempercayai bahwa alam semesta itu penuh dengan makhluk-makhluk halus dan roh-roh (Ngaju ganan) yang menempati batu-batu besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, sungai, danau, dan sebagainya. Berdasarkan tempat tinggalnya, ganan (roh halus) itu mempunyai sebutan sendiri-sendiri dan ada dua golongan, yaitu roh baik (ngaju sangiang, nayu-nayu) dan roh jahat (ngaju toloh, kambe). Selain ganan, makhluk halus yang dianggap memiliki peran penting dalam kehidupan orang Dayak, yaitu roh nenek moyang (ngajua, liau).
Menurut kepercayaan orang Dayak, jiwa (hamburan) orang mati meninggalkan jasadnya sebagai liau dan menempati alam tempat tinggal manusia. Liau itu akan kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying. Namun, prosesnya sangat lama dan melalui macam-macam tantangan dan ujian, sehingga akhirnya masuk ke dunia roh yang disebut lewu liau. Untuk dapat berhubungan dengan roh nenek moyang, mereka melakukan upacara ritual, seperti upacara pemberian sesaji, upacara penyambutan kelahiran anak, upacara membakar dan mengubur mayat, dan sebaginya. Apabila ada orang Dayak meninggal, maka mayatnya dikubur dahulu dalam sebuah peti yang terbuat dari kayu (berbentuk perahu lesung). Kuburan ini bersifat sementara, karena upacara yang terpenting ialah pembakaran mayat yang dilakukan secara besar-besaran, yang menurut orang Ngaju disebut tiwah. Pada upacara ini tulang-belulang terutama tengkorak orang yang telah meninggal pada masa yang lalu digali dan dipindahkan ke suatu tempat pemakaman  yang tetap, sebuah bangunan berukiran indah, disebut sandung.

Pada orang Ma’anyan, tulang belulang tadi dibakar dan abunya ditempatkan di tempat pemakaman tetap, yang disebut tambak.Semua sanak keluarga dan tetangga datang mengikutikehiatan upacara pembakaran dan penguburan abu jenazah tersebut. Upacara tersebut dinamakan upacara tiwah yang banyak memerlukan biaya karena dilakukan tujuh-delapan tahun sekali. Selain makanan dan minuman yang berlimpah, ditampilkan pula tarian suci dan upacara yang dipimpin oleh ahli agama, disebut balian. Orang-orang Dayak juga mengenal upacara keagamaan yang bersifat khusus, seperti upacara menanam dan memanen tanaman, upacara keluarga, upacara mengusir hama tanaman, dan sebagainya. Upacara ini pun dipimpin oleh seorang balian. Sekalipun agama pribumi terus berkembang, tetapi hubungan baik dengan pemeluk agama lain terjalin harmonis dan saling menghargai.
b.    Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan suku bangsa Dayak ialah ambiineal, yaitu mengikuti garis keturunan dari laki-laki dan perepuan. Pada masa lalu, kelompok kekerabatan yang terpentingialah keluarga ambilineal kecil. Bentuk keluarga ini timbul jika terjadi keluarga-luas ultralokal. Keluarga timbul jika sebagian dari anak-anak laki-laki maupun perempuan setelah menikah tinggal di rumah orang tuanya,  sehingga terbentuklah keluarga-luas ultralokal. Kelompok kekerabatan yang terpenting bagi orang  Dayak ialah keluarga-luas ultralokal. Rumah tangga ini berlaku sebagai satu kesatuan social dan keagamaan, seperti bergotong-royong, bekerjasama dan saling menoong. Selain itu, juga sebagai satu kesatuan rohaniah dalam upacara keagamaan. Setiap rumah tangga  Kaharingan mempunyai pantangan terhadap makanan khusus, yang wajib ditaati oleh anggotanya.
Adat perkawina dalam masyarakat Dayak ialah perkawinan di antara dua saudara sepupu yang kekek-kekeknya saudara sekandung , disebut perkawnan hajenan. Selainitu, yang dianggap baik ialah perkawinan di antara dua orang saudara sepupu yang ibu-ibunya bersaudara sekandung dan di antara cross-cousin, yaitu anak-anak saudara laki-laki ibu, atau anak-anak saudara-saudara perempuan ayah. Perkawinan yang dianggap kurang baik ialah perkawinan antara saudara sepupu yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung. Pada masyarakat Dayak, hubungan seksual antara seorang mamak (paman) dengan kemenakan dianggap tercela, sehingga perlu dilakukan upacara peleburan dosa. Kedua orang yang melanggar tadi diwajibkan makan dari dulang, tempat makan babi sambil merangkak di hadapan warga sengaja diundang. Pelanggaran tersebut menurut kepercayaan orang Dayak dapat menimbulkan bencana tidak hanya pada keluarganya, tetapi juga bagi seluruh warga desanya.
Orang-orang Dayak tidak emlarang gadis-gadis mereka menikah dengan lki-laki dari suku bangsa lain, asalkan pihak laki-laki bersedia bertempat tinggal di keluarga istrinya. Pergaulan diantara muda-mudi orang Dayak bersifat bebas dalam batas-batas tertentu. Seorang laki-laki yang berduaan dengan perempuan yang bukan istrinya di tempat yang istrinya akan didenda (disinger dalam adat Dayak). Seorang pemuda boleh pergi berduaan dengan seorang gadis asalkan disertai oleh bibi dan pamannya. Demikian pula seorang laki-laki dewasa boleh bercakap-cakap dengan istri orang lain asal ada pihak ketiga yang menjadi saksinya. Perkawinan orang Dayak bersifat monogamy. Adat kaharingan banyak dilakukan oleh laki-laki Dayak karena biaya untuk membayra ganti rugi bagi istri pertamanya sangat besar dan memberatkan. Untuk kawin lagi pihak laki-laki lebih memilih menceraikan istrinya, kemudian kawin lagi dengan perempuan lain. Itulah sebabnya tingkat perceraian di masyarakat Dayak sangat tinggi.

c.    Kesenian
Orang Dayak dikenal pandai membuat kerajinan tangan berupa anyaman kulit rotan, seperti  tikar, keranjnag, dan topi. Menganyam merupakan pekerjaan kaum wanita. Hasilnya mereka jula ke pasar. Sejak dahulu, orang Dayak dikenal pandai membuat kain tenun dari kapas dankulit kayu. Pakain adat asli laki-laki Dayak disebut ewah (cawat) yang dibuat drai kulit kayu, sedangkan kaum wanitanya menggunakan kain sarung dan baju yang juga terbuat dari kulit kayu. Dewasa ini orang Dayak sudah berpakaian lengkap seperti orang-orrang Indonesia lainnya.
            Orang Dayak juga pandai membuat patung yang di ukir menggunakan tangan. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu ukiran yang cara pembuatannya masih kasar. Rumah adat orang Dayak itu dinamaakan Rumah panjang. Alat-alat kesenian yang di gemari Orang Dayak terbuat dari bambudan kayu yang dapat di pukul nyaring. Alat-alat musik ini dimainkan ketika di adakab pesta tarian dan musik. Tarian Orang Dayak banyak jenisnya, antara lain tari balean dades, tari tambun dan tari bungai.
7. Suku Bangsa Bugis Dan Makasar
            Daerah kebudayaan suku bangsa Bugis-Makasar meliputi daerah Provinsi Sulawesi Selatan (23 kabupaten). Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas 4 suku bangsa, yaitu Bugis, Makassar, Toraja,dan Mandar. Penduduk Bugis sekitar 3 ½ juta orang mendiami daerah Kabupaten Sinjal Bulukumba, Bone, Soppeng, Wajo, Didenreng Rampang, Pinreng, Polewali-Mamasa, Enrekeng, Lawu, Pare-pare, Barru, Pangkajenan, dan Maros. Orang-orang makasssar yang berjumlah sekitar 1 ½ juta orang bertempat tinggal di beberapa kabupaten yaitu, Gowa, takalar, jenepanto, banteng maros dan pengkejane. Suku bangsa Bugis menggunakan bahasa ugi dan suku makassar menggunakan bahasa mangasara. Huruf yang di pakai dalam naskah naskah kuno Bugis-Makassar adalah aksara lontara. Yang berasal dari bahasa sangsakerta. Sejak abad ke-17 ketika islam masuk, kesusasteraan nugis di tulis menggunakan bahasa arab, di sebut bahasa serang.
            Hasil karya sastra  suku bugis yang terpenting adalah sure galigo, yang berisi mitologi yang di anggap keramat. Ada juga naskah kuno yang berisi tentang sejarah, cerita kepahlawanan, silsilah raja-raja, dongeng masyarakat dll. Bahasa pada masyarakat bugis terbagi 5 kelompok, yaitu bahasa bugis, bahasa makasar, bahasa toraja, bahasa mandar, bahasa duri. Sebagai bahasa resmi dalam pendidikan dan pemerintahan di gunakan bahasa indonesia. Sedangkan bahasa lokal di jadikan bahasa ibu di lingkungannya sendiri.

a. Sistem Religi Dan Kepercayaan.
            Orang bugis-makassar terutama yang hidup di desa terikat oleh sistem kepercayaan pangaderreng, sistem kepercayaan ini bersifat keramat yang mengandung 5 unsur pokok, yaitu 1. Ade` 2. Bicara 3. Rampang 4. Wari dan 5. Sara, kelima unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang memberi makna ke agamaan bagi masyarakat bugis-makasar dalam kehidupan sehari-hari. Ade` adalah aturan adat perkawinan dan mengandung norma ke agamaan. Ade terbagi dua: ade’ akkalabinengeng, yaitu norma mengenai hubungan kekerabatan dan perkawinan; dan ade’ tana yaitu norma mengenai hubungan kehidupan bermasyarakat dan pejabat adat, seperti pakkateni ade’, puang ade’, pampawa ade’ dan paradewa ade’.
            Bicara adalah semacam hukum acara pidana atau perdatayang berisikan konsep hak dan kewajiban seseorang di depan pengadilan masyarakat Bugis. Rampang berarti kias, perumpamaan atau contoh. Rampang berfungsi sebagai penguat kepastian suatu keputusan hukum tidak tertulis yang berlaku sejak masa lampau sampai sekarang. Caranya ialah membuat analog antar kasus yang sama yaitu antara kasus yang terjadi pada masa lalu dengan kasus yang terjadi pada masa sekarang. Rampang merugikan orang lain. Wari sebagai bagian dari pangaderreng merupakan klasifikasi dari segala benda, peristiwa, dan kegiatan dalam kehidupan masyarakat menurut kategorinya, seperti penempatan benda-benda, pelapisan masyarakat, dan memelihara hubungan kekerabatan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Bugis. Sara’ merupakan pranata-pranata berdasarkan hukum islan yang melengkapi 4 undur pangaderreng tadi.
            Religi orang Bugis-makassar pada massa pra-islam awalnya mempercayai satu dewa tunggal, disebut dengan beberapa nama, seperti dewa patoto-e ( dewa yang menentukan nasib manusia ), dewa sewwa-e ( dewa yang tunggal), dewa turi-e ( dewa yang tertinggi ). Sisa-saisa kepercayaan itu masih tampak dalam kehidupan masyarakat. To-lotang di kabupaten sidenreng, rappang dan pada orang amma-towa di kabupaten bulukumba. Ajaran islam yang berkembang pada abad ke-17 mudah di terima oleh masyarakat karena sama-sama mempercayai tuhan yang tunggal, yaitu allah yang maha esa. Hukum islam (syari’ah) di integrasikan kedalam pangaderreng menjadi sara’, yang kemudiaan menjiwai keseluruhannya. Unsur-unsu r lama seperti pemujaan kepada roh nenek moyang, upacara mendirikan dan  meresmikan rumah, upacara turun ke sawah dan sebagainya di jiwai oleh konsep-konsep agama islam. Bahkan, secara bertahap kepercayaan yang bertentangan di tinggalkan dalam rangka pemurnian islam.
b. Sistem Kekerabatan
            Adat perkawinan ideal pada masyarakat bugis-makassar ialah perkawinan antara saudara-saudara sepupu, yaitu 1. Perkawinan assialang marola, artinya perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah atau ibu. 2. Perkawinan assialanna memang, yaitu perkawinan antara dua saudara sepupu derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu. 3.perkawinan ripaddeppe mabaleae, yaitu perkawinan antara derajat  ketiga dari kedua belah pihak. Perkawinan yang di anggap pantang dan di larang, yaitu, perkawinan antara anak dengan ayah atau ibu, perkawinan antara saudara sekandung, perkawinan antara menantu dan mertua, dengan paman atau bibi, dan dengan nenek kakek.
            Perkawinan dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu dipinang dan di bawa lari. Kawin lari terjadi bila pinangan di tolak atau mas kawin terlalu tinggi. Kedua kerabat yang mengejar kedua pelarian disebut tomaisiri’. Jika mereka berhasil menemukan atau menangkapnya, maka si laki-laki akan di bunu. Dalam pelarian yang berbulan-bulan, si laki-laki berusaha meminta perlindungan kepada orang terkemuka dalam masyarakat. Melalui orang terkemuka, berusaha di damaikan aagar perkawinan di resmikan dan di restui oleh  orang tua. Penerimaan pihak keluarga si gadis disebut maddeceng (bugis) dan abbadji (makassar).
c. Sistem Kesenian
            suku bangsa bugis-makkasar memiliki kesenian khas, seperti seni bangunan, arsitektur, seni ukir, seni musik tari, dan lain-lain. Kerajinan rumah tangga yang khas adalah tenunan sarung sutra dari Mandar dan Wajo. Tenunan sarung samaru=inda dari bulukumba sangat terkenal tidak hanya di Nusantara, tetapi juga sampai keluar negri. Demikian juga seni musik dan tarik suara orang-orang Bugis-Makassar telah di kenal oleh masyarakat Indonesia. 
8. Suku Bangsa Asmat
Daerah kebudayaan suku bangsa Asamat ialah daerah pegunungan yang lebat di bagian Selatan Papua (Irian). Daerah tempat tinggal orang Asmat hilir berupa daratan rendah yang luas disepanjang pantang yang tertutupi oleh hutan rimba,rawa, dan hutan sagu. Semakin ke dalam daerahnya berbukit-bukit dengan padang rumput yang luas, yang merupakan daerah tempat tinggal suku Asmat bagian hulu. Suku bangsa Asmat menggunakan bahasa lokal yang disebut bahasa Asmat, yang merupakan rumpun bahasa non-Melanesia (bahasa Irian-Papua). Perhatian masyarakat luaar terhadap kebudayaan bangsa suku Asmat sudah di mulai sejak tahun1919. Kebudayaan suku bangsa Asmat makin terkenal sejak para peneliti menulis dan menginformasikan kepada masyarakat luas. Suku bangsa Asmat menjadi sangat terkenal setelah beberapa hasil seni-budaya dipromosikan oleh pemerintah Indonesia ke luar negeri, baik seni ukir maupun tariannya.
a.    Sistem religi/kepercayaan
Suk bangsa Asmat mempercayai bahwa mereka merupakan keturunan dewa yang turun dari dunia gaib di seberang laut di belakang ufuk matahari yang terbenam setiap hari. Menurut kepercayaan orang Asmat, dewa-dewa nwnwk moyangnya dahulu mendarat di bumi pada suatu tempat di pegunungan. Dalam perjalanannya menuju hilir sampai tiba di tempat yang sekarang didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak tantangan.
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo, dewa itu bernama Fumeripitsy.Ketika berjalan di hulu sungai ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditimpanginya tenggelam. Dalam perkelahian sengit itu, ia apat membunh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus dan terdampar di Asewetesy (Desa Syura sekarang). Ia diselamatkan dan dirawat oleh seekor burung Flaminggo hingga sembuh. Selanjutnya, dia membangun rumah yew, dua patung ukiran, dan genderang em yang sangat keras bunyinya. Ia mulai menari terus-menerus dan kekuatan saktinya yang keluar dari gerakannya memberi hidup kepada kedua patung buatannya itu. Patung-patung itu mulai bergerak dan menari. Mereka kemidian menjadi pasangan manusia pertama dari suku bangsa Asmat. Namun tidak lama kemudian datang lagi seekor buaya raksasa yang menyerang akan membunuh kedua manusa pertama tadi, tetapi fumeripitsy dapat membunuhnya. Kepala buaya itu dipenggal dan badannya dipotong-potong, yang kemudian dilemparkan ke segala penjuru. Potongan buaya itulah yang menjadi nenek moyang suku-suku bangsa lain yang bertempat tinggal di sekeliling suku bangsa Asmat.
Konsep orang Asmat tentang hidup rupanyadidasarkan pada mitologi. Menurut keyakinannya jika nenek moyang mereka menghendaki keturunan, mereka akan mengirim suatu roh tertentu ke bu mi melalui se berkas sinar matahari, yang mendarat di atap rumah tempat tinggal wanita yang ditakdirkan menjadi ibu anak dari roh tadi. Wanita itu akan hamil dan kemudian melahirkan bayi. Hubungan seks bagi orang Asmat berfungsi untuk memberikan bentuk sebagian manusia kepada roh yang masuk kedalam kandungan seorang wanita. Dalam hal ini, eran ayah si bayi sama denagan seorang pemahat patung yang memberi bentuk kepada kayu yang disediakan oleh alam.
Oarang Asmat juga mempercayai  adanya macam-macam roh , yang digolongkan kepada tiga jenis, yaitu:
1)    Arwah nenek moyang yang bersifat baik, disebut yi-ow;
2)    Arwah nenek moyang yang bersifat jahat, disebut osbopan;
3)    Arwah nenek moyang yang bersifat jahat akibat orag itu mati konyol, disebut dambin-ow.
Suku bangsa Asmat juga mengenal macam-macam upacara keagamaan untuk berkomunikasi dengan arwah leluhurnya. Upacara menghorati arwah leluhurnya dahulu berkaitan erat dengan menghias perisai dan mengukir topeng. Oleh karena itu, orang Asmat pandai sekali membuat dan mengukir topeng dan patung. Untuk membuaat topeng atau perisai, penduduk desa harus menebang pohon di hutan yang cocok bentuknya menurut petunjuk para tukang ukir (wow-ipit). Para wow-ipit tadi memotong batang pohon di hutan untuk dibagi-bagikan kepada sejumlah yew yang merasa dirinya keturunan nenek moyang yang dihormati itu. Pemberian warna kepada patung-patung yang dibuat dilakukan oleh para wow-ipit dalam waktu berminggu-minggu lamanya. Pembuatan patung dimeriahkan dengan pesta makn, nyanyian, dan tarian semalam suntuk. Selama upacara berlangsung dikisahkan mitologi oleh pendingeng yang dibantu sehumlah pembantu yang memperagakan petualangan Fumeriptisy, dengan gerakan dan dialog yang diiringi musik, tarian, dan nyanyian.
b.    Sistem kekerabatan
Bentuk keluarga suku bangsa Asmat ialah keluarga inti monogami dan kadang-kadang poligami. Orang-orang Asmat tinggal bersama dalam rumah panggung seluas 3 x 4 x 4 meter, disebut tsye. Adapula kesatuan kekerabatan yang lebih besar, yaitu keuarga-luas uxorilokal dan keluarga avunkulokal. Keluarga uxorilokal adalah keluarga yang setelah menikah berdiam di rumah keluarga dari pihak isrti. Keluarga avunkuloka adalah keluarga yang sesudah menikah berdiam di rumah beberapa keluarga senior. Selain berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga- inti dan keluarga senior, tsyem juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata dan peralatan berburu, bercocok tanam dan menagkap ikan. Tsyem ini biasanya dikelilingi oleh sebuah kebun kecil. Jumlah anggota keluarga terikat oleh aturan kekerabatan dan adat tradisi yang wajib dijungjung tinggi, seperti dalam kegiatan berburu, bercocok tanam,upacara keagamaan, dan lain-lain.
Seorang laki-laki Asmat dewasa harus melampaui upacara inisiasi yang dilaksanakan oleh keluarga klen yang disebut yew. Rumah pangggung yew ini memiliki luas 10 meter x 15 meter, yang berfungsi sebagai rumah keramat dan tempat upacara keagamaan. Jika ada tamu yang bermalam mereka ditempatkan di yew. Yew umumnya dikelilingi oleh 10-15 tsyem dan rumah-rumah keuarga-lusa. Yew ini semacam rumah panggung panjanag, yang dibangun dengan teknik dan bahan yang sama denga tsyem atau rumah-rumah orang Asmat lainnya. Bedanya dengan tsyem, jumah pintu masuk sama banyak dengan jumlah tsyem dalam yew. Pintu-pintu masuk semuanya menghadap ke sungai, danau, atau laut. Jadi, yew sebagai pusat klen menyediakan pintu masuk bagi tiap keluarga inti atau keluarga luas yang menjadi anggotanya.
Masyarakat Asmat mengenal sistem masyarakat, disebut aipem. Pemimpin aipem baiasanya mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan musyawarah guna membicarakan suatu persoalan atau pekerjaan. Syarat untuk dapat dipilih menjadi aipem yaitu harus orang-orang yang pandai berkelahi, kuat, dan bijaksana. Persaingan antara calon pemimpin aipem dilakukan dalam upacara dan pesta-pesta. Bahkan ada pesta pertandingan berperang antar aipem, sehingga tak jarang terjadi perkelahian walaupun tanpa senjata tajam. Selain itu, terjadi pula pertandingan antara wanita dengan laki-laki dalam rangka meramaikan suasana pesta. Seorang pemimpin Asmat sederajat dengan warga masyarakat lainnya, tetapi ia harus lebih pandai, lebih berani, dan lebih ahli dalam kemasyarakatan. Orang yang ahli dalam membangun rumah, misalnya, menjadi pemimpin dalam kegiatan membangun rumah. Orang yang pandai dalam berburu, secara otomatis menjadi pemimpin dalam berburu. Ahli lain yang dianggap paling terhormat dalam masyarakat Asmat ialah seniman pahat patung yang disebut wow-iptis.
c.    Kesenian
Sistem kesenian suku bangsa Asmat erat kaitannya dengan sistem religi atau kepercayaan. Orang Asmat dikenal memiliki keahlian yang tinggi dalam bidang seni ukir, terutama ukir patung, topeng, dan perisai. Berdasarkan bentuk dan corak ukirannya, ada empat gaya seni patung Asmat, yaitu :
1)    Gaya A, seni Asmat Hilir dan Hulu sungai ;
2)    Gaya B, seni Asmat Barat Laut ;
3)    Gaya C, seni Asmat Timur ;
4)    Gaya D, seni Asmat daerah Sungai Brazza.
Gaya A telah dikenal sejak zaman ekspedisi militer Belanda pada tahun 1912. Patung-patung dengan gaya ukiran A tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyangnya. Pada zaman dahulu, mbis dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam peperangan melawan musuh. Suatu benda seni asmat yang dikenal sejak lama ialah perisai yang bentuknya persegi panjang yang agak menyempit bagian ujungnya. Di ujung atas terdapat ukiran phallys, gambar burung tandung atau topeng. Motif-motif lainnya yaitu burung telikan, kepala ular, ekor burung, kaki kepitin, kaki tikus, dan lain-lain.
Gaya B adalah gaya seni orang Asmat Barat Laut dengan bentuk lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah dari bagian-bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang-kadang ada gambar nenek moyang dibagian kepala, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, katak, kepala burung tandung, ular, cacing, dan sebagainya. Gaya C merupakan ciri khusus gaya seni ukiran orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat umumnya berukuran sangan besar, bahkan kadang-kadang melebihi orang Asmat yang berdiri tegak. Bagian-bagian atasnya tidak terpisah  jelas dari bagian perisai dan sering dihiasi garis-garis hitam dan merah serta diberi titik-titik putih. Suatu motif hiasan yang amat lazim bagi perisai gaya Asmat C adalah motif suku lengan. Gaya D merupakan gaya khas orang Asmat daerah sungai Brazza. Perisai-perisai orang Asmat gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai-perisai gaya C, dengan motif suku lengan. Hanya bagian kepala terpisah dari badannya. Motif yang sering digunakan ialah hiasan geometri, seperti lingkaran, spiral, suku-suku, dan sebagainya.
Kesenian yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau penghormatan kepada roh nenek moyang, yaitu :
1)    Mbisbu adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek moyang ;
2)    Yentpojmpu adalah pembuatan dan pengukuhan rumah yew ;
3)    Tsyembu adalah pembuatan dan pengukuhan perahu lesung ;
4)    Yamasy ialah upacara perisai ;
5)    Mbipokumbu adalah upacara topeng.
Dalam upacara keagamaan sering ditampilkan tarian-tarian tradisional yang diiringi musik dan paduan suara. Dalam pesta itu, disajikan daging babi bakar kepada mereka yang hadir, sehingga suasana menjadi ramai. Pesta dilaksanakan semalam suntuk. Selama upacara berlangsung, kisah mitologi dewa pencipta alam (Fumeripitsy) diperdengarkan oleh ahlinya. Bunyi genderang tifa hingar-bingar disertai teriakan histeris yang saling bersahutan. Badan-badan penarinya dihiasi berbagai hiasan putih dan mengenakan topi semacam topi terbaut  dari bulu ayam yang dikaitkan dikepalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar